https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Satgas PKH Klaim Rebut Sawit Ilegal 3,4 Juta Hektar, NGO Ini Sebut Banyak Data Fiktif!

Satgas PKH Klaim Rebut Sawit Ilegal 3,4 Juta Hektar, NGO Ini Sebut Banyak Data Fiktif!

Ilustrasi - perkebunan kelapa sawit. Dok.elaeis


Jakarta, elaeis.co – Klaim keberhasilan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) dalam menguasai kembali jutaan hektar lahan sawit mendapat sorotan tajam dari kalangan pemerhati lingkungan dan hukum agraria.

Pusat Studi dan Advokasi Hukum Sumber Daya Alam (Pustaka Alam) mengungkapkan adanya ketidaksesuaian antara data resmi yang diumumkan Satgas PKH dan kondisi lapangan. 

Lembaga tersebut menilai, sebagian besar lahan yang diklaim bukan sepenuhnya merupakan kebun sawit aktif sebagaimana disebutkan pemerintah.

“Temuan ini seharusnya menjadi peringatan bagi pemerintah untuk meninjau kembali data yang dilaporkan Satgas PKH. Tidak semua lahan yang dikuasai kembali benar-benar kebun sawit. Bahkan PT Agrinas Palma Nusantara, salah satu penerima lahan, telah mengonfirmasi di DPR bahwa banyak data versi Satgas tidak akurat,” ujar Direktur Pustaka Alam, Muhamad Zainal Arifin, Dalam rilis yang diterima pada Rabu (15/10). 

Menurut Muhamad Zainal, ada ketidaksesuaian signifikan antara laporan Satgas dan realitas di lapangan. Sebagian lahan yang diklaim sebagai kebun sawit justru merupakan lahan kosong, rawa, hingga kawasan konservasi.

Zainal mencontohkan, di sejumlah wilayah seperti Kalimantan Tengah, dari ribuan hektar yang diklaim Satgas, hanya sebagian kecil yang benar-benar tertanam sawit. Kondisi itu menimbulkan dugaan bahwa angka penguasaan lahan telah dibesarkan untuk memenuhi target kinerja Satgas.

“Jika data ini dijadikan dasar laporan kepada Presiden, maka Presiden berpotensi disesatkan oleh angka-angka yang tidak mencerminkan realitas lapangan,” tegasnya.

Ia menilai ada dua kemungkinan yang melatarbelakangi perbedaan data. Pertama, sebagian lahan yang diklaim bukan kebun sawit aktif sehingga tidak memenuhi kriteria penguasaan kembali sebagaimana diatur dalam UU Cipta Kerja. Kedua, adanya indikasi pembesaran luas lahan yang diklaim untuk menunjukkan keberhasilan kinerja Satgas.

“Itu pelanggaran terhadap asas nemo plus juris, tidak seorang pun bisa menyerahkan hak atas tanah yang bukan miliknya. Negara seharusnya menjadi teladan dalam menegakkan asas hukum ini,” kata Zainal.

 

Selain ketidaksesuaian data, Pustaka Alam juga menemukan adanya lahan berstatus Hak Guna Usaha (HGU) yang masih berlaku namun turut dikuasai kembali oleh Satgas. Langkah ini dinilai berisiko menimbulkan persoalan hukum karena melanggar prinsip kepastian hak atas tanah.

Zainal bahkan mengingatkan agar pemerintah berhati-hati agar kasus serupa Bremen Tobacco Case 1959 tidak terulang. Ketidaktepatan data juga berimbas pada perhitungan denda administratif terhadap perusahaan, yang bisa menimbulkan ketidakadilan dalam penegakan sanksi.

“Kita sudah sampai pada situasi absurd, di mana kebenaran data hanyalah versi Satgas,” ujarnya.

Pustaka Alam menekankan, data yang tidak akurat berpotensi menyesatkan kebijakan publik, mulai dari perencanaan produksi CPO hingga perhitungan aset negara dan PNBP.

“Negara harus berhati-hati, karena kebijakan yang didasarkan pada data keliru hanya akan melahirkan salah kelola,” pungkas Zainal.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :