https://www.elaeis.co

Berita / Siku Kata /

Kaum Puan: Duhai, Bumi Menanti...

Kaum Puan: Duhai, Bumi Menanti...

Prof. Yusmar Yusuf bersama para puan di balai-balai yang ada di kawasan mangrove Pangkalan Jambi. foto: dok. pribadi


Senyampang matahari bangkit sepinggang di pinggir pantai. Inilah Negeri Pagi (die Morgen Lande). Kaum Puan bergegas berhimpun pada satu titik di tebing magrove berkilau pendaran surya pagi merekah. 

Berbusana bak menuju tapak majelis taklim. Cantik dan molek semua. Mereka berhimpun dalam sebuah hajat mini. Hajat menggoda dan menjelitakan kampung nan molek tersadai di tepi selat Melaka.

Kulum kalender 4 Agustus 2023, memecah pagi. Ya, upaya menghadir dan mempertingkat rona dan eskalasi souvenir (buah tangan) khas kampung tak semata berstatus "cendera mata", tapi harus naik klas ke arasy "cendera kenangan" dan bahkan “cendera hati”. Dari Pangkalan Jambi cendera segala cendera itu bersiul dan bernyanyi.

Sudah dirintis oleh kelompok Usaha desa lewat lentik jemari kaum puan (ibu-ibu) yang lucu dan ceria. Bentuknya? Makanan olahan tanpa pengawet. Produknya? Ya, kue daki (amplang) dari buah berembang/kedabu (S. Caseolaris), biskuit lomek (bislom), sirup dari ekstrak buah kedabu dan atau pedada (Sonneratia caseolaris), juga sabun dari ekstraks berembang. 

Tugas besar lainnya? Memperbanyak turunan atau derivasi jenis makanan olahan yang bisa dijadikan cendera kenangan dan bahkan "cendera perut" (untuk dilahap) bagi pengunjung dan para pelintas jalan raya yang menyusuri sisi tebing selat Melaka. 

Jalur ini mempertaut dan mempersambung kota-kota di pesisir timur Riau. Selain itu, tentulah keinginan mendirikan tapak gerai yang memadai, modern dan bisa menampung para konsumen dengan area parkir dan fasilitas umum yang trendi-modern. 

Perlu lahan? Ya, sekitaran 05-1.0 Ha. Menghadirkan bangunan inilah yang menjadi mimpi sekaligus masalah. 

Prof. Yusmar Yusuf saat memimpin diskusi. foto: dok. pribadi

Jika hanya bersandar pada dana desa curahan dari APBD Kabupaten, tentu amat terbatas. Sebab skema peruntukan dana desa tak bersifat tunggal. Harus merengkuh sebanyak mungkin keperluan masyarakat secara luas. 

Baca juga: Kearifan Stoic Lokal, Responsi Kebencanaan Sisian Mistikal

Mungkin skema kerjasama filantropis dengan pihak ketiga; perusahaan minyak atau model kerjasama vertikal untuk "mencuri" APBN pusat sambil menjaja isu garis pantai terluar sebuah negara (kelembagaan BRGM dan Badan yang mengurus kawasan perbatasan dan pulau terluar).

Produk makanan olahan yang dikembangkan, saat ini masih bertumpu pada bahan baku utama tetumbuhan berembang, pedada saja. 

Pengembangan secara horisontal, berupa produk sabun ber aroma ekstrak berembang. Kembangan lanjut? Ya, berupa teh daun berembang melalui proses pengeringan modern (refreezer) agar kualitas dan daya tahan lebih lama, tanpa pengawet.

Melirik potensi berembang, masih ada unggulan yang disediakan oleh pohon ini; ya pulp (bubur kertas). Uji laboratoris kandungan pulp pada pokok ini, pernah dilakukan di Afrika Selatan dan Brazil untuk memenuhi kebutuhan pulp bagi pabrik-pabrik kertas di dua negara itu. 

Jika tema pulp ini? Bagaimana ibu-ibu ini harus mendatanginya? Masih awam dan rada bingung... 

Mungkin bisa dibelokkan sementara sebagai material (bahan baku) untuk pewangi alami, bahan baku untuk produk kosmetika? Juga masih dalam eksplorasi laboratoris.

Sumber daya lain yang bisa dikembangkan dari lingkup zona ekosistem mangrove adalah pemuliaan produk "zat pewarna" alami. 

Ihwal inilah yang dipercakapkan selama perbincangan pagi antara kaum puan desa Pangakalan Jambi dengan Tim KJFD (Kelompok Jabatan Fungsional Dosen) "Masyarakat dan Kebudayaan Aquatik" yang diketuai  Prof. Dr. Yusmar Yusuf. 

Tajuk rengkuh pengabdian pada masyarakat ini adalah: "Resiliensi Usaha Makanan Olahan Berbasis Bahan baku Lansekap Mangrove (Moda Souvenir Alternatif Masyarakat Aquatik" di Desa Pangkalan Jambi Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis)". 

Dialog dan diskusi berlangsung sejak pukul 08.30 pagi hingga pukul 11.30 Wib di bangsal/Balai-balai Mangrove Pangkalan jambi.

Maka, ditemukan pula sumber bahan baku di luar berembang dan pedada. Yaitu, pokok Nyirih (Xylocarpus Garantum) dan kulit pokok bakau (Rhizophora mucronata)

Dua jenis pokok ini dalam pengalaman sehari-hari orang kampung sejak 50 tahun lalu (terutama bakau), bisa dijadikan bahan "samak" dan pewarna sekaligus untuk mengawetkan lambung perahu dan tali-tambang. 

Caranya, lewat cara "ditangas" (dicelup dan direbus pada kadar tertentu) yang selanjutnya dibalur ke lambung perahu atau kapal, atau pun cairan ekstrak getah bakau itu dilumuri atau dioles pada permukaan papan lambung perahu dan kapal. 

Merujuk pada pengalaman ini, maka ekstraks yang dihasil dari kulit bakau, sekaligus kulit pohon nyirih akan bisa diolah untuk menghasilkan zat (induk) pewarna dasar untuk kepenting pewarnaan yang ditimpakan pada perajin batik yang ada dir Riau, atau malah di Indonesia. 

Apalagi gempita batik lokal dan etnik, pada masa ini amat bergemuruh dan bergempita oleh sejumlah Dekranasda (Kabupaten/kota dan Provinsi). 

Zat pewarna alami, ini bisa dibongkar dari khazanah dan perkakas alami yang tersedia di sumber deposito natural bernama kawasan ekosistem mangrove Pangkalan Jambi. 

Hari ini, kecenderungan gaya hidup dan gaya berpakaian anak-anak muda dan kaum trendis perkotaan, menghindari warna-warna "jahat di mata": Warna keras, dan menantang, warna dasar dan menor. 

Saat ini fashion dalam berbusana (termasuk dress code kaum milenial perkotaan) juga sudah kembali ke jenis warna-warna bumi; warna bias dan atau warna semu. Tak serba menantang.  Kini saatnya kita kembali ke warna Bumi. 

Dialog ini dipercantik lagi dengan tutur luncur dari Dra. Risdayati, digenapkan oleh opini-opini "luar garis" dari 4 (empat) orang mahasiswa milenial; Bagus, Dayat, Aimoko dan Muhardy. Dikatup dengan celoteh cerdas ceria dari kaum puan dan remaja puteri desa Pangkalan Jambi. 

Teguh Widodo dan Syafrizal (dosen) mengumpul segala himpunan pendapat yang bersilang-silang itu dalam modul "Penyentakan Akal Kesadaran Ekologis" di lapis kedua. 

Para dosen ini belajar segi-segi inklusi sosial pada dimensi perajin dan pelaku UMKM. 

Pendar mentari pagi, merekam segala notulensi persilangan ide dan narasi sepenggalah pagi. Ya, di Negeri Pagi (die Morgen Lande)...


 

Yusmar Yusuf
Komentar Via Facebook :