Berita / Nasional /
Pengusaha Sawit Ketar Ketir, Satgas PKH Diminta Tidak Kedepankan Sanksi Pidana
Penertiban kebun sawit dalam kawasan hutan oleh Satgas PKH. Foto: ist.
Jakarta, elaeis.co – Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) diminta lebih bijaksana dalam menyelesaikan masalah lahan sawit yang dikelola tanpa izin dalam kawasan hutan.
Anggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo mengatakan, keberadaan lahan sawit di kawasan hutan secara historis merupakan kesalahan pemerintahan di masa lalu. Oleh karena itu, Satgas PKH hendaknya lebih mengedepankan penyelesaian secara administrasi dibandingkan menerapkan sanksi pidana yang bisa menggerus penerimaan negara dari sektor sawit.
Menurutnya, duduk persoalan 3,5 juta hektare lahan sawit di kawasan hutan harus dipahami dengan benar. Keberadaan lahan sawit ilegal ini mencuat saat proses merumuskan UU Cipta Kerja.
“Lalu dicari cara menyelesaikannya. Tidak bisa disita begitu saja, sebab faktanya pemerintah memungut pajak dari mereka, kita dapat feedback dari dana ekspor. Akhirnya kita carikan solusi, yakni dengan melakukan pemutihan terhadap keterlanjuran, dilakukan legalisasi lahan sawit ilegal,” jelas Firman dalam keterangannya dikutip Jumat (28/3).
Dalam perjalanannya, DPR dan pemerintah menemukan setidaknya tiga kelompok kepemilikan lahan sawit ilegal. Yang pertama yaitu para petani peserta transmigrasi zaman Orde Baru yang setelah reformasi lahannya menjadi terlantar yang kemudian diberikan pemutihan. Syaratnya luas lahan petani tersebut tidak lebih dari 5 hektare dan jika lebih akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda.
Kelompok kedua, pelaku usaha yang sudah mengajukan izin dan mereka boleh menanam sambil menunggu izin Hak Guna Usaha (HGU). Tapi tiba-tiba muncul Surat Keputusan Menteri Kehutanan di era Zulkifli Hasan tentang penetapan kawasan hutan yang menetapkan semua lahan sawit yang masih memproses izin sebagai kawasan hutan.
“Lahan yang ditanami sawit oleh perusahaan tiba-tiba dinyatakan masuk dalam kawasan hutan, entah bagaimana itu ceritanya. Yang begini kan bukan kesalahan pengusaha, itu adalah sebab akibat dari kebijakan pemerintah. Maka tidak fair bila mereka dikenakan sanksi besar. Makanya diberikan pengampunan dalam bentuk sanksi denda,” paparnya.
Kelompok ketiga adalah perusahaan sawit yang menabrak aturan dan tak memproses izin tanam. “Kelompok inilah yang seharusnya dilakukan penindakan dan diberi sanksi berat. Mereka tahu itu kawasan hutan, tapi mereka tetap memaksa menanam di situ,” tandasnya.
“Sanksi seberat-beratnya adalah dikenakan sanksi denda dan diberikan kesempatan dua siklus panen. Setelah itu lahan wajib dikembalikan ke negara,” tambahnya.
Dia menilai tugas pokok yang diberikan kepada Satgas PKH dalam menyelesaikan keterlanjutan sawit dalam kawasan hutan lebih berat kepada penindakan hukum. Imbasnya, katanya, para pelaku usaha di sektor kelapa sawit saat ini ketakutan dipanggil aparat penegak hukum.
“Hal seperti ini menimbulkan investasi tanpa ada kepastian hukum. Akhirnya apa? Tujuan dari UU Cipta Kerja tidak tercapai. Makanya saya minta agar Kementerian Pertanian membuat tim mediasi antar penegak hukum dan dijelaskan duduk persoalannya,” tukasnya.
“Sawit merupakan 1 dari 2 komoditas unggulan yang memberikan kontribusi optimal bagi penerimaan negara. Pemerintah harus memperhatikan betul hal ini. Jangan dikedepankan sanksi pidananya, tapi selesaikan dulu sisi administrasinya. Karena kesalahan itu ada di pemerintah,” dia mengingatkan.
Dia khawatir penertiban lahan menyebabkan penurunan produksi sawit yang berimbas pada penerimaan negara. Berdasar data GAPKI, produksi Crude Palm Oil (CPO) bulan Desember 2024 hanya mencapai 3.876 ribu ton, lebih rendah 10,55 persen dibandingkan dengan produksi bulan November 2024 yang mencapai 4.333 ribu ton. Sementara produksi Palm Kernel Oil (PKO) turun menjadi 361 ribu ton dari 412 ribu ton pada bulan November.
Total ekspor bulan Desember 2024 mencapai 2.060 ribu ton, lebih rendah 21,88 persen dari ekspor bulan November 2023 sebesar 2.637 ribu ton.
Nilai ekspor yang dicapai pada tahun 2024 adalah USD27,76 miliar (Rp 440 triliun), lebih rendah 8,44?ri ekspor tahun 2023 sebesar USD30,32 miliar (Rp 463 triliun).
Apabila tupoksi dari Satgas PKH lebih mengincar penindakan hukum terhadap para pelaku usaha sawit, maka bisa diprediksi penurunan produksi CPO dan PKO akan terus berlanjut dan pada akhirnya penerimaan negara pun akan anjlok.







Komentar Via Facebook :