Berita / Nasional /
Mau Perluas Lahan Sawit, Walhi Sebut Prabowo Anti Sains dan Rentan Melegitimasi Pendekatan Keamanan
Jakarta, elaeis.co – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menilai pernyataan Presiden Prabowo Subianto tentang ekstenfikasi sawit tidak terlalu mengejutkan. Sebab, rencana keinginan memperluas lahan sawit sudah terbaca dari kebijakan dan program yang ada saat ini.
Namun yang mengejutkan adalah pernyataan pembukaan sawit tidak menyebabkan deforestasi karena mempunyai daun. “Tidak disangka itu keluar dari mulut seorang presiden yang harusnya berbicara berdasarkan sains, pengetahuan, riset dan fakta-fakta yang ada,” kritik Uli Arta Siagian, Manager Kampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional WALHI, dalam siaran pers, kemarin.
Dia lantas menyodorkan rilis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2022 yang menegaskan bahwa sawit bukan tanaman hutan. KLHK juga merinci praktik kebun sawit yang ekspansif, monokultur, dan non prosedural di dalam kawasan hutan, telah menimbulkan beragam masalah hukum, ekologis, hidrologis dan sosial. “Ini menunjukkan bahwa pernyataan Presiden Prabowo tidak berdasarkan data dan fakta yang diterbitkan pemerintah sendiri,” tandasnya.
Berdasarkan data KLHK, sawit ilegal dalam kawasan hutan ada sekitar 3,2 juta hektar. Artinya seluas 3,2 juta hektar hutan telah terdeforestasi akibat ekspansi sawit skala besar. Ini menunjukkan bahwa presiden tidak memakai data pemerintah sendiri saat berbicara mengenai deforestasi dan sawit. Bukan hanya berdampak pada deforestasi, polusi, kerusakan sungai, krisis air, banjir dan longsor, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) juga menjadi kerugian yang harus ditanggung rakyat dan lingkungan.
Ekspansi perkebunan sawit skala besar juga akan semakin memperpanjang rantai konflik agraria, kerusakan lingkungan, bencana ekologis, dan korupsi di sektor sawit. “Apalagi dalam pernyataannya, Prabowo meminta polisi dan tentara menjaga perkebunan sawit. Pernyataan ini berbahaya sekali, karena presiden menginstruksikan secara terbuka di publik, bahwa polisi dan tentara harus menjaga sawit,” tukasnya.
Menurutnya, fakta yang tampak selama ini, aparat kepolisian dan tentara cenderung berpihak kepada perusahaan yang berkonflik agraria dengan masyarakat. Tidak jarang aktor keamanan melakukan intimidasi, kekerasan, dan kriminalisasi terhadap masyarakat yang berkonflik dengan perusahaan sawit.
“Oleh karena itu, tidak berlebihan jika kita menganggap instruksi ini akan melegitimasi pendekatan keamanan dalam pelaksanaan operasi produksi perusahaan sawit oleh aktor-aktor keamanan yang berpotensi akan membuat kasus-kasus intimidasi, kekerasan dan kriminalisasi terhadap masyarakat semakin bertambah,” pungkasnya.







Komentar Via Facebook :