Pekanbaru, elaeis.co - Sistem bercocok tanam tumpang sari dinilai memberikan salah satu solusi bagi petani kelapa sawit untuk menjaga bahkan meningkatkan perekonomiannya. Terutama bagi petani yang baru saja meremajakan kebun kelapa sawitnya.

Malah selain meningkatkan pendapatan sistem, menurut Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian Riau, Wisnu Handana, hal itu juga dapat mengurangi ketergantungan masyarakat yang hanya menunggu kebutuhan bahan-bahan pertanian dari wilayah lain.

"Hampir semua bahan pangan pada neraca bahan pokok Riau defisit. Pak Gubernur Riau bahkan semenjak awal masa pandemi Covid-19 telah mengajak bupati/walikota untuk melakukan gerakan penyediaan pangan daerah. Di antaranya melakukan tumpang sari dengan menanam tanaman pangan seperti jagung, padi gogo, kedelai, ubi, kacang tanah, talas aneka cabai dan sayuran-sayuran," kata dia saat berbincang dengan elaeis.co, Rabu (6/7).

Selain pandemi yang belum berakhir, perang Rusia-Ukraina serta perubahan iklim juga mempengaruhi pendapatan pekebun kelapa sawit. Malah harga tandan buah segar (TBS) sawit saat ini juga anjlok.

"Gerakan penyediaan pangan itu sebenarnya upaya pemerintah guna antisipasi krisis pangan dunia," terangnya.

Di Riau sendiri tumpang sari sudah berjalan di beberapa kabupaten. Seperti wilayah Kampar, Kuansing, dan sebagainya. Dimana Pemprov bersama Kementan terus sosialisasi program tumpang sari khususnya padi gogo, jagung, kedelai, sorgum dan talas. Sementara untuk sekala besar tergantung kesiapan dan kesediaan petani melaksanakan tumpang sari.

"Sayangnya, potensi bagi kebun kelapa sawit yang sudah berumur, sistem tumpang sari akan lebih sulit dilakukan. Lantaran naungan yang sudah terlalu luas, akar pohon sawit yang sudah menjalar dan sebagainya. Namun untuk kebun yang replanting sangat direkomendasikan," paparnya.

"Untuk kelapa sawit yang berumur mungkin lebih ke integrasi ternak sapi saja," imbuhnya.