Berita / Komoditi /
Kisah Sedih Petani Kampar Tak Bisa Ikut PSR
Syafrudin mengaku masyarakat sangat butuh bantuan PSR itu. Sebab kebun sawit mereka rata-rata sudah berusia di atas 20 tahun.
Pekanbaru, Elaeis.co -�Sejak 1,5 tahun lalu, kelompok tani (Poktan) Siabu Sejahtera di Desa Siabu Kecamatan Salo, Kabupaten Kampar telah usulkan 137 lahan kelapa sawit para petani untuk mengikuti program peremajaan sawit rakyat (PSR) yang menjadi program pemerintah.
Namun usaha para petani kembali kandas setelah mendapatkan penolakan dari pihak Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun) Kementrian Pertanian beberapa waktu lalu.
Hal yang membuat mereka kecewa lagi adalah penolakan itu diakibatkan lantaran lahan kelapa sawit mereka masuk dalam kawasan hutan. Padahal sebagian besar lahan itu juga sudah dilengkapi dengan sertifikat hak milik (SHM).
"Dari 137 hektar yang kita ajukan hanya 15 hektar lahan dengan 13 pekebun yang menerima. Alasannya ditolak lantaran persyaratan yakni luas lahan yang masuk dalam kawasan hutan," ujar Ketua Poktan Siabu Sejahtera Syafrudin, kepada Elaeis.co, Selasa (12/10).
Ia menerangkan, 137 hektar lahan tadi itu terbagi atas tiga lahan. Yakni lahan Hutan Produksi Konversi (HPK), Areal Penggunaan Lain (APL) dan Hutan Produkksi Terbatas (HPT). Lahan ini dimiliki sebanyak 79 kepala keluarga (KK).
Dari penunjukkan itu, seluruh lahan yang dapat mengikuti PSR merupakan lahan dari APL. "Anehnya lahan itu belum bersertifikat. Sementara kami yang sudah SHM justru malah ditolak karena masuk dalam kawasan hutan," paparnya.
Bukan hanya itu, kata pria berusia 41 tahun itu lahan yang diusulkan itu adalah lahan transmigrasi pertama di Riau saat jamannya Soekarno sekitar hmtahunb1962 lalu. Kemudian baru lahan tersebut bersertifikat pada 1985.
"Jadi dulu kakek istri saya yang mengikuti transmigrasi ini dari Surabaya. Dulu bukan seperti jaman Soeharto, masyarakat cuma dapat barak untuk tempat tinggal. Kemudian baru mereka bercocok tanam," bebernya.
"Kemudian akhirnya lahan tersebut bersertifikat. Awalnya kebanyakan adalah karet, tapi sekarang sudah merata sawit. Ya ada memang kebun yang ditengah sawit di sela pohon karet. Tapi gak banyak cuma beberapa hektar saja," imbuhnya.
Syafrudin mengaku masyarakat sangat butuh bantuan PSR itu. Sebab kebun sawit mereka rata-rata sudah berusia diatas 20 tahun.�
"Kita sangat sedih dengan adanya penolakan program PSR ini. Sudah tidak tau lagi mau mengadukan hal ini kepada siapa, ya kita berharap pak Jokowi mau memperhatikan kami para petani ini," tandasnya.

Komentar Via Facebook :