Berita / Lingkungan /
KOMMARI Desak Kehutanan Menunjukkan Bukti Pengukuhan Kawasan Hutan Riau
Pekanbaru, elaeis.co - Belakangan masyarakat Provinsi Riau kian resah karena aksi penguasaan lahan oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas-PKH).
Bahkan tidak hanya lahan perusahaan, lahan-lahan non perusahaan juga ikut disita.
Yang membikin menjadi-jadi, lahan-lahan yang disita hampir semua diserahkan kepada PT Agrinas Palma Nusantara, perusahaan milik negara yang baru berdiri pada Januari 2025 lalu.
Oleh Agrinas, lahan-lahan itu tidak dikelola sendiri layaknya PT Perkebunan Nusantara yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit. Tapi malah di-Kerja
Sama Operasional (KSO)-kan dengan pihak lain. Ada yang dengan kelompok tani, koperasi, maupun perusahaan.
Oleh keresahan inilah kemudian sejumlah elemen masyarakat, seperti pengurus lembaga adat, cendikiawan, dosen, hingga praktisi hukum menjadi serius menganalisa apa sesungguhnya yang terjadi di Riau terkait penyitaan lahan ini.
"Kami mendapati ada yang tidak beres dengan aksi penyitaan lahan-lahan ini," tegas Ketua Umum Koalisi Masyarakat untuk Marwah Riau (KOMMARI), M. Taufik Tambusai dalam konfrensi pers bersama sejumlah wartawan di kawasan Arifin Ahmad Kota Pekanbaru, Senin (3/11).
Taufik tidak sendirian, namun ditemani oleh pengurus teras KOMMARI, akademisi, pengurus adat dan sejumlah pemuka masyarakat.
KOMMARI sendiri kata lelaki 63 tahun ini adalah Koalisi Masyarakat untuk Marwah Riau yang didirikan oleh berbagai elemen masyarakat pada 19 Oktober 2025.
"Melalui KOMMARI inilah kami akan ungkap semua ketidakberesan terkait penyitaanlahan yang ada di Riau. Sebab ini telah menyangkut marwah Riau," semakin tegas suara anggota Majelis Kerapatan Adat Lembaga Adat Melayu Riau ini.
Menurut Taufik, ada dua persoalan mendasar yang selama ini terjadi atas lahan-lahan yang ada di Riau. Pertama, hingga saat ini pemerintah pusat tidak kunjung mengakui hak-hak ulayat masyarakat adat di Riau meski secara regulasi telah diatur.
Padahal, menurut Ketua Umum Himpunan Keluarga Luhak Tambusai Kota Pekanbaru ini, banyak aturan yang telah dibikin oleh pemerintah untuk melindungi hak-hak adat.
Mulai dari ayat 2 Pasal 18B UUD45, Putusan MK35 tahun 2012, Perda Riau Nomor 10 tahun 2015 tentang Tanah Ulayat hingga Pasal 1 ayat 7, Pasal 6 ayat 1 Perpres 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Pengusahaan Tanah Dalam Kawasan Hutan.
"Bahkan pada ayat 3 Pasal 24A Permenhut P.62 tahun 2013 disebutkan bahwa sebahagian atau seluruh wilayah masyarakat hukum adat berada dalam kawasan
hutan, dikeluarkan dari kawasan hutan," Taufik merinci.
Yang kedua, kata Taufik, sampai sekarang pemerintah pusat khususnya Kementerian Kehutanan, belum pernah menunjukkan bukti-bukti proses pengukuhan kawasanhutan yang ada di Riau, khususnya terkait proses penataan batas di lapangan.
"Mulai dari SK 173 tahun 1986, SK 7651 Tahun 2011, SK 673 tahun 2014, SK 878 tahun 2014 dan SK 903 tahun 2016, kami belum pernah mendapatkan bukti-bukti penataan batas kawasan hutan itu sesuai aturan yang berlaku," Sekretaris Jenderal (Sekjen) KOMMARI, Abdul Aziz, menimpali.
Padahal kata ayah 6 anak ini, sejak hadirnya PP 33 tahun 1970 tentang PerencanaanHutan, Keputusan Dirjen Kehutanan nomor 85 tahun 1974 tentang Pengukuhan Hutan, Keputusan Menteri Kehutanan nomor 399 tahun 1990 tentang pengukuhan hutan, Keputusan Menteri Kehutanan nomor 32 tahun 2001 tentang Kriteria dan Standar Pengukuhan Kawasan Hutan, hingga PP 44 tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan, tata cara pengukuhan kawasan hutan itu telah diatur.
"Pengukuhan itu dimulai dari penunjukan, penataan batas, pemetaan dan penetapan. Dalam proses penataan batas itulah para pihak, baik itu kehutanan, masyarakat atau badan hukum menyepakati batas-batas," terang Aziz.
Begitu hasil tata batas disepakati, Berita Acara Tata Batas (BATB) pun dibuat. Lalu kehutanan bersama para pihak kemudian memasangi pal batas di batas yang telah
disepakati itu.
"Ukuran dan jarak pemancangan pal batas itu juga telah ditentukan oleh aturan yang dibikin pemerintah. Enggak asal-asalan," katanya.
Jadi, menurut Aziz, bila kawasan hutan di Riau telah benar-benar dikukuhkan, BATB yang diteken oleh banyak pihak tentu akan ada, termasuk pal batas tadi.
"Sekitar tahun 2021 lalu, kehutanan pernah memasangi patok-patok, bahkan di kebun dan permukiman masyarakat. Pemasangan ini dilakukan sepihak," katanya.
Yang pasti menurut Aziz, kalau merujuk pada pasal 22 PP 44 tahun 2004 junto pasal 44 ayat 2 Permenhut 44 tahun 2012, bila proses penunjukan hingga pengukuhan kawasan hutan dilakukan dengan benar, maka tidak akan pernah ada hak-hakmasyarakat yang terjebak di dalam kawasan hutan.
Kehutanan kata Aziz, selalu ngotot bahwa ditunjuk saja, kawasan hutan itu telah berkekuatan hukum. Inilah yang menurut Aziz bahwa kehutanan telah suka-suka.
Sebab pasal 14 UU 41 tahun 1999 tentang kehutanan telah jelas-jelas menyebutkan bahwa kawasan hutan harus dikukuhkan untuk mendapatkan kepastian hukum.
"Dari semua yang telah kami jelaskan tadi, kami mendesak agar pemerintah pusat khususnya kehutanan segera menunjukkan bukti-bukti pengukuhan kawasan hutanitu, termasuk menarik kawasan hutan dari tanah-tanah adat masyarakat melayu Riau. Sepanjang bukti-bukti proses pengukuhan kawasan hutan itu belum bisa ditunjukkan, kami mendesak agar aktifitas Satgas PKH maupun KSO Agrinas, dihentikan dulu," pinta Taufik.
KOMMARI dengan visi memperjuangkan hak-hak masyarakat adat Melayu dan tempatan kata Taufik, menolak sistim KSO yang diterapkan Agrinas. Sebab dengan sistim semacam itu, jelas-jelas tidak mengakui dan menghormati hak-hak tradisional masyarakat adat.
"Jadi, sepanjang Agrinas tidak memberikan tempat kepada masyarakat adat dan tempatan, maka KOMMARI bersama masyarakat adat menolak kehadiran mereka," tegas Taufik.
Bila desakan tersebut tidak diindahkan kata Taufik, mau tak mau KOMMARI bersama semua masyarakat yang hak-haknya telah dirampas oleh dalih kawasan hutan, akan turun ke jalan.
“Kami tidak bermaksud mengancam. Sebagai masyarakat Riau, kami selalu diajarkan tetuah kami untuk mengedepankan etika. Kami lebih senang berunding. Namun selama ini selalu mengedepankan berunding, justru telah membuat kami masyarakat
Riau semakin hari semakin tidak dianggap. Jadi demi marwah Riau, kami telah siap untuk bersama-sama turun ke jalan,” Taufik menegaskan.
Taufik kemudian mengingatkan agar Presiden Prabowo jangan mau terjebak dengan permainan dan data-data serampangan yang dibikin oleh Kehutanan.
"Kami tahu Presiden Prabowo sangat berpihak pada rakyat. Jadi, jangan gara-gara data-data kehutanan yang serampangan itu, Presiden Prabowo menjadi tumbal. Sementara persoalan kawasan hutan ini bukan terjadi di jaman presiden saat ini," Taufik mengingatkan.






Komentar Via Facebook :