Berita / Nusantara /
Perusahaan Sawit Kena Warning, Cegah Karhutla atau Kena Sanksi!
Personel pemadam gabungan memadamkan karhutla yang terjadi di Kabupaten Merangin. Foto: dok. Ist
Jakarta, elaeis.co – Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan komitmen pemerintah dalam penguatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) serta penanganan isu lingkungan hidup khususnya di Pulau Kalimantan.
Terkait dengan hal ini, Hanif telah memimpin sejumlah agenda strategis di Balikpapan, Kalimantan Timur, termasuk Rapat Konsolidasi Lapangan Kesiapsiagaan Pengendalian Karhutla bersama Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki).
“Rapat tersebut menjadi ruang strategis untuk memperkuat sinergi antara Kementerian LH dan pelaku usaha perkebunan sawit dalam menekan potensi kebakaran lahan,” jelas Hanif dalam keterangan tertulis dikuti Rabu (9/7).
Ia menekankan pentingnya peran aktif dunia usaha dalam mendukung ketahanan pangan dan energi melalui langkah-langkah pencegahan kebakaran serta pengendalian pencemaran lingkungan di tahun 2025.
Hanif mengungkapkan hingga 2 Juli 2025, dari 2.590 perusahaan yang disurati Kementerian LH, baru 1.060 perusahaan yang telah melaporkan kesiapsiagaan mereka menghadapi musim kemarau.
“Sampai dengan tanggal 2 Juli 2025, dari 2.590 perusahaan yang kami surati, baru 1.060 yang telah melaporkan kesiapsiagaan mereka,” katanya.
Dia mengapresiasi komitmen Gapki yang mewakili lebih dari 300 perusahaan di Kalimantan dalam memperkuat sistem deteksi dini, menyiapkan sarana pemadaman, serta meningkatkan kapasitas personel tanggap darurat.
Meski tercatat penurunan titik panas (hotspot) sebesar 59% dibandingkan periode yang sama tahun 2024, data per 1 Juli 2025 masih mencatat 382 titik panas dan 498 kejadian kebakaran hutan dan lahan di berbagai provinsi, termasuk Kalimantan Timur.
Menanggapi hal ini, Hanif meminta kepala daerah untuk memverifikasi kesiapan sarana, prasarana, SDM, dan pendanaan para pemrakarsa usaha.
“Sanksi administrasi berupa paksaan pemerintah akan diterapkan bagi yang tidak memenuhi standar, dan sanksi pidana jika ketentuan administratif tersebut tetap tidak dijalankan,” tegasnya.
Hanif juga mengungkapkan lima penyebab utama karhutla, yakni pembukaan lahan untuk pertanian dan perkebunan, konflik tenurial, keberadaan lahan tidur (idle land), ketidakhadiran pemilik lahan (absentee), serta aktivitas ilegal dan penyebaran api dari wilayah lain.
Ia menyoroti tingginya risiko karhutla pada lahan gambut saat musim kemarau, serta praktik pembakaran yang masih dilakukan dengan dalih budaya lokal.
“Data periode 2015–2024 menunjukkan 79 areal Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan perkebunan mengalami kebakaran dengan total luas kurang lebih 42.476 hektar. Ini mengindikasikan bahwa sebagian besar pemrakarsa usaha, khususnya di sektor kelapa sawit, belum menjalankan upaya maksimal dalam mencegah karla,” paparnya.







Komentar Via Facebook :