Berita / Nusantara /
Kebun Sawitnya Terbakar, Perusahaan ini Dihukum Bayar Ganti Rugi Lebih Rp 114 Miliar
Tim KLHK mendatangi areal PT Kallista Alam. foto: Gakkum KLHK
Jakarta, elaeis.co - Atas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di lokasi perkebunan sawitnya, PT Kallista Alam (KA) dihukum membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 114.303.419.000. Hal itu setelah Putusan Pengadilan Negeri Meulaboh No. 12/PDT.G/2012/ PN.MBO Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Banda Aceh No. 50/PDT/2014/PTBNA Jo. Putusan Mahkamah Agung No. 651 K/PDT/2015 Jo putusan Mahkamah Agung No. 1 PK/Pdt/2017 berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).
Sejauh ini ganti rugi karhutla yang telah dibayarkan PT. KA baru sebesar Rp. 57.151.709.500. Itu adalah pembayaran awal atau 50% dari nilai ganti rugi lingkungan keseluruhan. Pelunasan pembayaran ganti rugi selanjutnya akan dilakukan pada tanggal 18 November 2023.
Pembayaran ganti rugi materiil oleh PT KA dilakukan setelah melalui serangkaian proses panjang di Pengadilan Negeri Meulaboh yang kemudian didelegasikan ke Pengadilan Suka Makmue mulai dari permohonan eksekusi, pemberian teguran (aanmaning), pelaksanaan penilaian asset (appraisal) oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJJP), dan koordinasi intensif dengan Ketua Pengadilan Negeri Meulaboh maupun Ketua Pengadilan Negeri Suka Makmue.
Komitmen KLHK untuk menghentikan karhutla dan mengembalikan kerugian lingkungan hidup (negara) serta memulihkan lingkungan hidup yang rusak akibat karhutla di areal perkebunan kelapa sawit milik PT KA seluas 1000 hektar tidak berhenti. Langkah eksekusi putusan MA terus dilakukan hingga PT KA menyatakan komitmennya untuk melunasi ganti rugi materiil paling lambat tanggal 18 November 2023.
Di samping membayar ganti rugi lingkungan, PT. KA menyanggupi untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan hidup secara mandiri terhadap lahan yang terbakar seluas kurang lebih 1000 ha. Langkah pemulihan lingkungan dimulai dengan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK pada tanggal 7 Agustus 2023, dan membayar uang paksa (dwangsom) setiap hari atas keterlambatan pelaksanaan tindakan pemulihan lingkungan yang penghitungannya didasarkan atas kebijakan dan arahan dari Ketua Pengadilan Meulaboh maupun Suka Makmue.
Atas pembayaran ganti rugi materiil ini, Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani menyampaikan bahwa komitmen KLHK untuk menindak tegas karhutla harus menjadi perhatian bagi semua pihak. Kami akan menggunakan semua instrumen hukum baik penghentian, sanksi administratif, penegakam hukum pidana, termasuk gugatan perdata, agar ada efek jera dan mengembalikan kerugian lingkungan dan negara.
"Kami akan terus mengejar pelaku atau penanggung jawab usaha/kegiatan terkait karhutla, termasuk mendorong percepatan eksekusi putusan pengadilan terkait gugatan perdata," katanya dalam keterangan resmi dikutip Jumat (6/10).
Menurutnya, ganti rugi yang telah disetor itu masuk ke Penerimaan Negara, Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan melalui Sistem Informasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) online (SIMPONI) dengan kode billing 820230831768782, tanggal billing 31-08-2023 dan tanggal pembayaran 04-09-2023. "Ganti rugi itu merupakan PNBP KLHK," jelasnya.
Komitmen pelaksanaan eksekusi putusan yang dilakukan PT KA menurutnya harus menjadi contoh bagi perusahaan lain yang telah ada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. "Kami ingatkan bahwa Gakkum KLHK akan terus mendorong proses eksekusi putusan yang menjadi kewenangan Ketua Pengadilan Negeri. Untuk mendukung percepatan eksekusi putusan gugatan karhutla yang sudah berkekuatan hukum tetap lainnya, kami saat ini sedang menyiapkan langkah-langkah untuk penyitaan aset tergugat," tambahnya.
Jasmin Ragil Utomo, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup sekaligus Kuasa Hukum Menteri LHK, mengatakan, KLHK akan mengawal proses pemulihan lingkungan hidup terhadap lahan bekas terbakar yang dilakukan secara mandiri oleh PT KA dengan melibatkan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Nagan Raya.
Jasmin Ragil Utomo menambahkan bahwa pembayaran ganti rugi materiil oleh PT KA, haruslah diikuti dengan tindakan pemulihan lingkungan hidup karena keterlambatan setiap hari pelaksanaan tindakan pemulihan lingkungan akan menambah uang paksa (dwangsom) yang harus dibayarkan oleh PT KA.
Berkaitan dengan gugatan perdata karhutla, Ragil menambahkan bahwa saat ini KLHK telah menggugat 22 perusahaan, di mana 14 perusahaan diantaranya telah berkekuatan hukum tetap dengan total nilai putusan sebesar Rp 5.603.326.301.249 yang terdiri dari 7 perusahaan proses eksekusi sebesar Rp 3.049.591.266.200 dan 7 perusahaan persiapan eksekusi sebesar Rp 2.553.735.035.049.







Komentar Via Facebook :