https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Tarif 32 Persen AS Ancam Ekspor CPO, Pabrik Sawit Harus Lakukan ini Jaga Kelangsungan Usaha

Tarif 32 Persen AS Ancam Ekspor CPO, Pabrik Sawit Harus Lakukan ini Jaga Kelangsungan Usaha

Pabrik kelapa sawit. Foto: ist.


Jakarta, elaeis.co – Kebijakan Amerika Serikat (AS) yang menetapkan tarif bea masuk sebesar 32% untuk produk CPO (crude palm oil) dari Indonesia memicu kekhawatiran kalangan industri sawit nasional. Menurut Posma Sinurat, Ketua Bidang Pabrik Kelapa Sawit (PKS) P3PI, kebijakan ini berpotensi menurunkan harga TBS (Tandan Buah Segar) di tingkat petani dan membuat CPO Indonesia kalah bersaing dengan Malaysia, yang hanya dikenai tarif 24%.

Dalam 3rd Technology of Palm Oil Mill Indonesia (TPOMI) 2025 yang digelar oleh P3PI, Posma menegaskan bahwa pelaku usaha PKS perlu bersiap menghadapi skenario terburuk. Salah satu strategi selamat dari tekanan global adalah dengan mengoptimalkan efisiensi operasional melalui tiga fokus utama yakni cost management, supervisi ketat, dan training tepat sasaran.

Pengelolaan biaya bukan hanya memangkas anggaran secara membabi buta, tapi menata ulang pengeluaran agar hanya difokuskan pada aktivitas yang berdampak langsung pada produktivitas.

“PKS perlu mengidentifikasi titik-titik pemborosan, baik di stasiun utama seperti penerimaan, loading ramp, sterilizer, treshing, pressing, dan clarification, maupun di stasiun pendukung seperti boiler, engine room, WTP, dan ETP,” jelasnya dalam keterangan yang dikutip elaeis.co, Rabu (15/7).

Efisiensi energi juga harus jadi perhatian utama. Konsumsi solar pada genset perlu dikaji, misalnya 0,21–0,4 liter per kWh. Biaya listrik pun harus dibandingkan antara lain genset (Rp2.700/kWh), PLN (Rp1.400/kWh), dan turbin (Rp750/kWh). Hal sederhana seperti lampu menyala di siang hari sebaiknya dihindari karena berdampak langsung pada lonjakan biaya.

“Pengawasan ketat bukan berarti semua harus diawasi setiap detik. Tapi, monitoring throughput, losses, kualitas, dan biaya harus dilakukan dengan disiplin tinggi, terutama jika anggota tim belum mampu bekerja mandiri. Kepatuhan terhadap SOP (Standard Operating Procedure) dan IK (Instruksi Kerja) wajib dipastikan,” jelasnya.

“Jika operator belum paham SOP, ajarkan. Jika tidak mau menjalankan, beri peringatan. Bila tetap tidak berubah, evaluasi posisinya. Tujuannya adalah menekan losses yang berdampak pada rendahnya rendemen dan naiknya biaya produksi per kilogram produk sawit,” tambahnya.

Pelatihan tim menjadi pilar penting untuk memperkuat fondasi PKS dalam menghadapi tekanan eksternal. Fokus pelatihan diarahkan pada penguatan empat elemen utama: Manusia (men), Mesin (machine), Metode (method), dan Material (material). Operator harus tahu cara kerja dan perawatan mesin, SOP, serta bagaimana menangani TBS dan input lainnya.

Mandor dan asisten juga harus dibekali kemampuan memimpin tim agar target tercapai tanpa pemborosan. Pelatihan ini juga memastikan efisiensi sistem kerja dari input, proses, hingga output akhir.

Dengan pengelolaan yang tepat, industri sawit Indonesia bisa tetap tangguh dan bahkan lebih kompetitif, meskipun diterpa badai tarif dan persaingan global.

 

 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :