https://www.elaeis.co

Berita / Iptek /

Tanah Liat Sukses Digunakan untuk Ubah Limbah Sawit Menjadi Bahan Bakar Nabati

Tanah Liat Sukses Digunakan untuk Ubah Limbah Sawit Menjadi Bahan Bakar Nabati

Alur rekayasa untuk menjadikan tanah liat sebagai katalis. foto: ist.


Jakarta, elaeis.co - Peningkatan kebutuhan bahan bakar berbasis fosil menyebabkan polusi gas buang makin mengkhawatirkan. Karena itu diperlukan solusi bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan.

Bahan bakar alternatif tersebut salah satunya dapat diperoleh dari limbah biomassa yang diolah melalui proses katalitik untuk menjadi biohidrokarbon. Hasilnya adalah produk biogasolin yang setara dengan bensin serta biodiesel.

Peneliti dari Kelompok Riset Rekayasa Proses Kimia, Pusat Riset Kimia Maju, Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM), Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Robert Ronal Widjaya, mengatakan, limbah biomassa dari industri minyak sawit bisa diolah melalui beberapa metode proses, salah satunya katalitik.

"Dari proses katalitik minyak inti sawit, minyak sawit mentah, atau minyak jelantah (waste cooking oil), akan didapat hasil atau produk akhir berupa bensin nabati atau diesel nabati,” jelasnya dalam keterangan resmi Humas BRIN dikutip Rabu (15/11).

Biomassa berupa limbah padat juga bisa diolah secara hidrolisis menjadi gula dengan cara difermentasi dan akhirnya menjadi bioetanol atau biobutanol. "Bioetanol bisa juga disebut intermediate product atau produk antara karena bisa diolah lewat uji katalitik menjadi bensin nabati juga," sebutnya.

Menurut Robert, untuk melakukan proses tersebut diperlukan material-material sebagai katalis, salah satunya adalah tanah liat yang ada di sekitar kita. Indonesia mempunyai berbagai jenis tanah liat yang dapat digunakan seperti bentonit atau monmorilonit. Keuntungan dari tanah liat adalah harganya murah dan jumlahnya melimpah. 

“Indonesia memiliki tanah liat yang cukup bagus sebagai penyangga katalis. Contohnya dari Tapanuli, Trenggalek, dan Yogyakarta yang tanah liatnya mudah direkayasa,” ucapnya.

Dia menjelaskan, di dalam struktur tanah liat terdapat lembaran-lembaran yang teratur. Yakni silika – alumina - silika, dan begitu seterusnya. Pada lapisan tersebut ada ruang yang berisi ion-ion yang bisa dipertukarkan kemudian berulang kembali lapisannya, yaitu silika - alumina - silika.

“Menjadi fokus kami untuk merekayasa ruang yang berisi ion ini dengan menggantikan ion-ion bebas dengan logam sebagai katalis yang bisa kita gunakan untuk kegiatan ini. Antara lain aluminium, besi, timah, dan krom. Jadi logam-logam ini nanti akan menggantikan ion-ion yang ada di sini dan membentuk seperti pilar, oleh karena itu disebut metodenya pilarisasi,” tegasnya.

Di antara lapisan tersebut pun ada pori. Pori tersebut nantinya ketika masuk ke bioetanol, minyak jelantah atau bio-oil, akan terjadi reaksi dan keluar reaktor menjadi biodiesel.

Kemudian untuk logamnya, Robert mengungkapkan menggunakan metode bimetal atau penggabungan dua logam dan jarang menggunakan single metal. “Karena setiap logam mempunyai kelemahan dan kelebihan, sehingga bisa saling bersinergi,” ujarnya.

Robert menjabarkan metode pilarisasi ini cukup mudah digunakan pada skala lab dengan peralatan sederhana. Tahapannya tanah liat dan aquades dipanaskan dan diaduk hingga terbentuk suspensi. 

“Larutan logam ditambahkan pada suspensi tersebut, diaduk 24 jam, dicuci untuk menetralkan keasaman, disaring dengan pompa vakum (sentrifuge), dioven 12 jam, dikalsinasi dengan tungku (furnace), hingga menjadi sampel katalis yang siap digunakan pada reaktor,” urainya.

Sampel tersebut dikarakterisasi materialnya sebelum digunakan pada reaktor yang bersuhu 350 derajat. “Sampel terlebih dahulu melalui uji XRD untuk melihat jenis basal dan perubahan fasa, FTIR untuk melihat jenis gugus fungsi dan jenis asam, TPD-NH3 untuk mengukur tingkat keasaman dengan pH 5-6, XRF untuk mengetahui kandungan unsur katalis, TGA untuk stabilitas termal pilar saat digunakan dalam reaktor, BET untuk analisis luas permukaan spesifik dan dimensi pori. Selain itu bisa juga dengan alat TEM, HRTEM, GCMS atau GCFID,” bebernya.

Dari berbagai hasil karakterisasi material yang dilakukan oleh Robert dan tim, menunjukkan bahwa logam alumunium, besi, dan krom dapat digunakan sebagai pilar dari tanah liat. Lalu dapat diaplikasikan menjadi material antara yang dapat mengkonversi produk antara. “Seperti bioetanol menjadi bahan bakar setara bensin atau minyak jelantah menjadi biodiesel,” pungkasnya.
 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :