Berita / Iptek /
Peneliti BRIN Kembangkan Sistem Vakum Termal untuk Kurangi Kadar Air Biodiesel
Biodiesel dari minyak jelantah. foto: Pemkab Tabalong
Jakarta, elaeis.co - Biodiesel, bahan bakar nabati untuk mesin diesel, dibuat dari ester metil asam (fatty acid methyl ester, FAME) yang berasal dari minyak nabati atau lemak hewani dan memenuhi standar mutu yang dibutuhkan. Biodiesel memiliki sifat fisika dan kimia yang mirip dengan bahan bakar diesel, sehingga bisa digunakan pada mesin diesel tanpa modifikasi besar.
Di Indonesia, minyak kelapa sawit menjadi bahan baku utama untuk biodiesel. Maklum, total produksi minyak kelapa sawit (CPO) mencapai 48 juta ton pada tahun 2022.
Sebagai sumber energi terbarukan, biodiesel adalah biofuel yang paling menjanjikan di Indonesia berkat ketersediaan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku. Penggunaan biodiesel dimulai di Indonesia sejak tahun 2008, awalnya sebagai B2.5 (campuran 2,5% biodiesel dan 97,5% solar). Komposisi biodiesel dalam campuran bahan bakar (BXX) secara bertahap ditingkatkan hingga mencapai B30 pada tahun 2020, dan pada tanggal 1 Februari 2023, Indonesia telah menerapkan B35, melampaui negara-negara lain yang masih menggunakan campuran B5, B10, atau B20.
Rasio campuran yang lebih tinggi ini membawa tantangan unik bagi para pemangku kepentingan. Salah satu tantangan terbesar terkait dengan peningkatan kadar air akibat sifat hidroskopis biodiesel. Kadar air dalam biodiesel dan campurannya harus dikendalikan, karena dapat mempengaruhi parameter mutu lainnya seperti tingkat keasaman, stabilitas oksidasi, dan pertumbuhan mikroba.
Ade Pamungkas, seorang peneliti dari BRIN, yang merupakan bagian dari Kelompok Riset Pengembangan dan Pemanfaatan Biofuel di Pusat Riset Konversi dan Konservasi Energi (PR KKE), menjelaskan bahwa biodiesel bersifat hidroskopis, artinya dapat menyerap air atau uap air dari lingkungan, termasuk udara. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan kadar air bahan bakar, yang berpotensi melebihi batas maksimum yang diizinkan. Yaitu 340 ppm untuk B100 (Keputusan Dirjen EBTKE No.195.K/EK.05/DJE/2022), dan 400 ppm untuk B35 (Keputusan Dirjen Migas No. 185.K/HK.02/DJM/2022).
Biodiesel dengan kadar air yang melebihi batas ini harus menjalani proses perlakuan agar dapat digunakan kembali. Salah satu metode untuk mengurangi kadar air dalam biodiesel adalah dengan teknologi vakum termal (vacuum evaporation).
Sistem ini terdiri dari tiga proses utama: pre-heating, vacuum thermal evaporation, dan pendinginan. Untuk meningkatkan efisiensi energi, proses pre-heating dan pendinginan dilakukan menggunakan penukar panas yang kompak dan memiliki efisiensi tinggi (>80%).
Sistem ini terbukti mampu mengurangi kadar air dalam biodiesel dari 800-1000 ppm menjadi kurang dari 250 ppm. Kondisi vakum mempercepat proses penguapan air dalam biodiesel dan membantu menghilangkan uap yang terbentuk sehingga tidak terjebak dalam evaporator.
Di bawah kondisi vakum, suhu yang dibutuhkan untuk menguapkan air menjadi lebih rendah, yang membantu menjaga stabilitas biodiesel yang peka terhadap suhu tinggi.
"Kami melakukan penelitian tentang sistem vakum termal ini dari tahun 2020 hingga 2021, dan telah mendapatkan paten pada tahun 2022 dengan nomor pendaftaran paten P00202214955. Secara paralel, kami juga sedang menjelajahi metode lain seperti adsorpsi untuk mengurangi kadar air biodiesel, yang akan menjadi alternatif biaya yang efektif bagi pengguna teknologi," ungkap Ade dalam rilis Humas BRIN dikutip Jumat (6/10).
Dengan desainnya yang kompak dan modular, peralatan ini menawarkan fleksibilitas. "Selain itu, dengan penukar panas efisiensi tinggi, peralatan ini juga hemat energi," pungkasnya.







Komentar Via Facebook :