Bengkulu, elaeis.co - Pemerintah Provinsi Bengkulu meminta agar Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) memberikan benefit lebih kepada pekebun sawit yang telah mengantongi sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil atau ISPO. Sebab tanpa pemberian benefit maka pekebun sawit menganggap sertifikat ini tidak penting.

Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Bengkulu, Ir Ricky Gunarwan mengatakan, pemerintah mewajibkan seluruh pekebun sawit pada tahun 2025 sudah mendapatkan sertifikat ISPO. Namun, baik pekebun yang telah mendapatkan ISPO dan belum, tidak ada bedanya. Harga TBS kelapa sawit bagi pekebun ISPO sama dengan pekebun yang belum mendapatkan ISPO.

"Kami juga belum dapat info tentang kelebihan yang didapat pekebun yang sudah mendapatkan ISPO tersebut," kata Ricky, kemarin.

Menurutnya, jika pekebun sawit di daerah diwajibkan mengantongi ISPO, maka minimal harus ada keuntungan dari pekebun yang telah memiliki sertifikasi ISPO. Akan tetapi, harga TBS sawit dari kebun yang telah memiliki sertifikat ISPO masih sama dengan TBS umum. 

"Kalau tidak ada benefitnya maka petani ataupun pekebun tidak tertarik memiliki sertifikasi ISPO," ujarnya.

Ia menilai, sertifikasi ISPO belum begitu diakui oleh pasar. Pasar kelapa sawit tidak memberikan kredit atau harga premium kepada produk-produk yang menggunakan TBS dari kebun bersertifikat ISPO. 

"Tidak ada nilai lebih yang diberikan kepada petani yang mengantongi sertifikasi ISPO," tuturnya.

Selain itu, menurutnya, kebanyakan petani di Bengkulu masih memilih untuk mendapatkan sertifikasi Roundtable Sustainable Palm Oil atau RSPO karena sudah diakui pasar. Alhasil, harga TBS yang dinikmati petani dengan sertifikat RSPO lebih tinggi dari TBS pada umumnya. 

"Petani yang memiliki sertifikat RSPO mendapatkan keuntungan sebesar Rp 4,14 juta per tahun, itu lumayan untuk menambah pendapatan petani," tuturnya.