https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Sawit Tanaman Hutan Dituding Pesanan, Ini Raksasa Yang Diuntungkan

Sawit Tanaman Hutan Dituding Pesanan, Ini Raksasa Yang Diuntungkan

Model perlawanan pegiat lingkungan saat sedang ada upaya menjadikan sawit tanaman hutan. foto: ist


Pekanbaru, elaeis.co - Bisa jadi Prof Yanto  Santosa dan kawan-kawan masih  dan sedang menggodok naskah akademik usulan agar tanaman kelapa sawit dijadikan tanaman hutan.

Diskriminasi terhadap kelapa sawit yang dituding sebagai penyebab deforestasi dan kerusakan lingkungan, menjadi alasan usulan itu.

Sayang, di saat Kepala Pusat Kajian Advokasi dan Konservasi Alam (Pusaka Alam) itu bersama sejumlah koleganya menyusun naskah akademik tadi, pegiat lingkungan justru langsung mengendus gelagat tak sedap. 

Sederet raksasa korporasi sawit akan sangat diuntungkan kalau sawit benar-benar jadi tanaman hutan. 

Dibilang diuntungkan lantaran jauh-jauh hari Koalisi Eyes on The Forest (EoF) menyimpulkan, bahwa di Riau saja misalnya, dari 3,3 juta hektar kebun kelapa sawit yang ada, cuma 14% yang legal, sisanya 'haram'.

Untuk menghadang niat yang juga sudah pernah disodorkan oleh Prof Yanto pada 2018 itulah makanya dua hari lalu, petisi kepada Presiden Jokowi untuk menolak sawit menjadi tanaman hutan dibikin dan sampai berita ini dirilis, sudah diteken lebih dari 130 orang. 

Dalam siaran pers yang diterima elaeis.co tadi malam, kalau kelapa sawit jadi tanaman hutan, maka 237 perusahaan perkebunan kelapa sawit di Riau --- 33 sudah dilaporkan ke Polda Riau dan diteruskan ke Kapolri, KLHK dan Kompolnas --- akan bertepuk tangan. Belum lagi 23 perusahaan perkebunan yang sekaligus punya Pabrik Kelapa Sawit (PKS). 

Sebab menurut Wakil Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), Okto Yugo Setyo, semua perusahaan tadi akan lepas dari jerat hukum lantaran sawitnya sudah dijadi tanaman hutan dan potensi pajak yang tidak dibayarkan sekitar Rp24 triliun versi Pansus Monev DPRD Riau, akan hilang begitu saja. 

"Hasil Analisa Monitoring dan Evaluasi Perizinan Pansus DPRD Riau yang dipadu dengan hasil analisa kami pada 2015 menunjukkan bahwa dari 510 perusahaan perkebunan dan pabrik kelapa sawit di Riau, hanya 132 perusahaan yang mengantongi izin pelepasan kawasan hutan," Okto merinci.

Jadi, 378 perusahaan yang mengelola sekitar 1,8 juta hektar perkebunan kelapa sawit, ilegal lantaran berada di dalam kawasan hutan.   

Okto mengklaim kalau data yang disodorkan itu tidak asal-asalan. Sebab dari 2011 Koalisi EoF sudah membuntuti aktifitas perusahaan-perusahaan itu.  

Hasilnya, sejumlah perusahaan raksasa terindikasi menikmati minyak sawit yang bersumber dari Tandan Buah Segar (TBS) hasil kebun ilegal tadi. 

Dari kawasan konservasi misalnya, Wilmar dan Asian Agri (Royal Golden Eagle) menikmati itu. Penikmat dari Koridor Harimau Bukit Betabuh disebut antara lain; Wilmar, Asian Agri, Agro Muko (Belgium SIPEF Group), Darmex, Incasi Raya, Mahkota, Sarimas dan SK Group. 

Nama terakhir mengklaim jika Astra, Cargill, Darmex, Musim Mas, RGE, Salim, Sarimas dan grup GAR sebagai pelanggannya. 

"CPO dari TBS yang ditanam ilegal di area hutan lindung benar-benar sudah masuk dalam rantai pasok sejumlah pemasok sawit terkenal di dunia," ujar Okto.

Beberapa nama tersangkut pasokan CPO tercemari TBS ilegal itu antara lain; Unilever, Nestle dan IKEA. Perusahaan ini terdaftar sebagai pembeli pada WINA Gresik yang membeli CPO dari WINA Pelintung. 

"Cargill membeli minyak sawit dari WINA Pelintung untuk perusahaannya di Amerika dan Pakistan. Archer Daniels Midland (ADM), pemegang saham kedua terbesar Wilmar International, mengambil banyak pasokan minyak sawitnya dari Wilmar," Okto merinci. 

Nah, sejak WWF dan EoF menerbitkan temuan-temuan itu kata Okto, Wilmar, GAR, RGE (Asian Agri dan Apical) serta Musim Mas kemudian membikin komitmen luas untuk kelestarian. 

Grup perusahaan yang disorot dalam investigasi EoF telah berkomitmen untuk menelusuri semua CPO dan TBS mereka sampai tingkat kebun untuk memastikan kesesuaian dengan berbagai komitmen mereka. "Hanya saja semua itu masih hanya sekadar cerita, sebab yang kami tengok semuanya belum ada yang berubah," ujar Okto.

Jadi kata Okto, ada indikasi bahwa sawit menjadi tanaman hutan adalah pesanan. Sebab yang paling diuntungkan adalah perusahaan. 

"Ahli, akademisi yang mengusung sawit jadi tanaman hutan itu adalah akademisi yang banyak membela perusahaan di persidangan. Juga bekerja untuk Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) saat GAPKI melakukan uji materi ke MA," katanya.

Elaeis.co masih berupaya meminta tanggapan dari perusahaan dan mereka yang dituding oleh Jikalahari dan EoF itu. 


 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :