Berita / Sumatera /
Sawit Dituding Penyebab Banjir di Sumatera, Guru Besar IPB Bongkar Kekacauan Pengelolaan Hutan
Ilustrasi
Jakarta, elaeis.co - Banjir besar yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera memicu perdebatan sengit soal penyebabnya. Banyak pihak langsung menunjuk perkebunan kelapa sawit sebagai biang keroknya.
Tapi menurut Guru Besar IPB University, Prof. Sudarsono Soedomo, narasi itu terlalu sederhana dan menyesatkan.
Baca Juga: Prof Budi: Tuduhan Sawit Penyebab Bencana di Sumatera Terlalu Sederhana
“Banyak kawasan hutan di Sumatera sudah mengalami degradasi parah jauh sebelum sawit muncul sebagai komoditas dominan. Penyebab utamanya bukan sawit, tapi pembalakan liar, tata kelola yang lemah, dan ketidaktegasan negara dalam menegakkan hak menguasai untuk kemakmuran rakyat,” jelas Prof. Sudarsono, Kamis (4/12).
Ia menambahkan, problem kehutanan Indonesia, termasuk di Sumatera, bukan sekadar alih fungsi menjadi perkebunan, tetapi runtuhnya sistem pengelolaan hutan itu sendiri.
Baca Juga: Pulau Sumatera Jadi Episentrum Sawit Indonesia, Intip Luas Areal Tiap Provinsi
Di banyak tempat, hutan rusak bukan karena diganti sawit, melainkan karena dibiarkan menjadi open access tanpa pengelola, tanpa kepastian hukum, dan tanpa strategi pemulihan yang jelas.
Prof. Sudarsono juga menyayangkan narasi yang kerap menjadikan sawit sebagai kambing hitam banjir.
“Selama bertahun-tahun, kelapa sawit dituduh sebagai penyebab utama hilangnya hutan. Narasi ini terus berulang, padahal faktanya jauh lebih kompleks,” katanya.
Dampak tudingan semacam ini, menurut Prof. Sudarsono, bisa merugikan petani sawit skala kecil di Sumatera, yang justru menjaga sebagian hutan dan lahan perkebunan mereka dengan baik. Selain itu, fokus yang salah arah dapat menghambat upaya pemerintah untuk memperbaiki tata kelola hutan secara keseluruhan.
Para pakar juga menekankan, jika ingin mencegah banjir di Sumatera, pendekatan berbasis data dan ilmiah mutlak diperlukan. Alih-alih menuding satu komoditas, negara harus memperkuat aturan pengelolaan hutan, menindak pembalakan liar, dan menyiapkan program restorasi hutan yang nyata.
“Tanpa itu, hutan akan terus rusak, banjir terus terjadi, dan masyarakat salah kaprah menyalahkan kelapa sawit,” tegas Prof. Sudarsono.
Banjir di Sumatera seharusnya menjadi momentum untuk meninjau ulang kebijakan kehutanan, bukan sekadar mencari kambing hitam.
Kesalahan terbesar adalah terus mengulang tudingan sawit sebagai penyebab utama, sementara akar masalah sesungguhnya, kekacauan pengelolaan hutan dibiarkan.







Komentar Via Facebook :