https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Prof Budi: Tuduhan Sawit Penyebab Bencana di Sumatera Terlalu Sederhana

Prof Budi: Tuduhan Sawit Penyebab Bencana di Sumatera Terlalu Sederhana

Ilustrasi


Jakarta, elaeis.co - Kepala Pusat Studi Sawit, Prof. Budi Mulyanto, menegaskan bahwa mengaitkan bencana banjir bandang dan tanah longsor di Sumatera secara langsung dengan perkebunan kelapa sawit adalah pandangan yang terlalu tergesa-gesa dan sederhana. 

Pernyataan ini disampaikan dalam menanggapi tudingan yang ramai beredar beberapa hari terakhir.

“Saya tidak sependapat dengan adanya tudingan bahwa pembukaan hutan untuk kebun sawit menjadi pemicu utama terjadinya banjir bandang dan longsor di Sumatera,” ujar Budi Mulyanto, Kamis (4/12). 

Guru Besar IPB University ini menekankan pentingnya kajian berbasis data akurat sebelum menarik kesimpulan yang bisa menyesatkan publik maupun pengambil kebijakan.

Menurut Budi, faktor utama yang memicu bencana hidrometeorologi di Sumatera adalah tingginya intensitas hujan. 

Ia mengutip pernyataan Kepala BMKG, Teuku Faisal Fathani, yang dalam rapat bersama Komisi V DPR RI menyebutkan curah hujan ekstrem terjadi pada akhir November lalu. 

“Hujan yang turun setara dengan akumulasi hujan selama satu setengah bulan yang jatuh hanya dalam satu hari,” jelasnya.

Fenomena ini menyebabkan tanah tidak mampu menampung air dalam jumlah besar dalam waktu singkat, sehingga aliran permukaan atau run-off meningkat drastis. Budi menegaskan, kondisi ini bisa terjadi bahkan di hutan belantara sekalipun. 

Data BMKG menunjukkan curah hujan saat itu mencapai 411 mm, angka yang sangat ekstrem dan di luar kapasitas penyerapan normal tanah.

Dia menekankan bahwa kejadian ini sebaiknya tidak dijadikan alasan untuk membatasi atau mengubah karakter penggunaan lahan di Indonesia secara terburu-buru. 

“Kalau itu terus dilakukan, yang rugi kita sendiri,” kata Budi.

Lebih lanjut, Budi mengingatkan bahwa bencana serupa tidak hanya terjadi di Sumatera. Malaysia, Thailand, dan Vietnam juga mengalami banjir parah pada waktu yang hampir bersamaan. Fenomena ini, menurutnya, disebabkan oleh curah hujan tinggi akibat badai siklon tropis, bukan aktivitas perkebunan kelapa sawit.

Pakar kelapa sawit ini menegaskan, tuduhan sepihak terhadap sawit sebagai penyebab bencana tidak hanya simplistik tetapi juga berpotensi menyesatkan kebijakan mitigasi bencana. Analisis berbasis data hujan dan kondisi geologi harus menjadi fokus utama, bukan sekadar menyasar penggunaan lahan.

Budi Mulyanto menutup pernyataannya dengan pesan tegas perlunya kesadaran bahwa perubahan iklim dan cuaca ekstrem merupakan faktor yang jauh lebih dominan dalam menimbulkan bencana hidrometeorologi, bukan aktivitas perkebunan semata.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :