https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Kunker ke Riau, Komite I DPD RI Catat Sejumlah Konflik Pertanahan

Kunker ke Riau, Komite I DPD RI Catat Sejumlah Konflik Pertanahan

Pertemuan Komite I DPD RI dengan pejabat pemerintah, anggota forkopimda, dan tokoh adat di Riau. Foto: Setjen DPD RI


Jakarta, elaeis.co - Komite I DPD RI melakukan Kunjungan Kerja (kunker) ke Provinsi Riau. Kegiatan ini bertujuan untuk menginventarisasi berbagai permasalahan pertahanan yang terjadi untuk kemudian menjadi dasar pengawasan atas pelaksanaan Reforma Agraria.

Dalam kunker itu Komite I DPD RI menghimpun sejumlah permasalahan pertanahan seperti konflik tanah ulayat, tanah eks HGU, kebun sawit Duta Palma yang disita Kejagung, perubahan kawasan hutan, dan konflik batas wilayah administrasi.

Delegasi Komite I yang dipimpin oleh Senator Darmansyah Husein disambut oleh Asisten I Provinsi Riau Masrul Kasmy. Hadir juga sejumlah anggota Forkompimda Riau, Plt. Kanwil ATR/BPN Riau, rektor universitas di Riau, dan tokoh Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR).

Darmansyah mengatakan, konflik pertanahan dapat terjadi karena persoalan administrasi, sertifikat ganda, adanya mafia tanah, dan sebagainya.

"Penyelesaian konflik pertanahan merupakan salah satu indikator keberhasilan Reforma Agraria. Dan dalam Raker dengan Komite I, Menteri ATR/Kepala BPN menyatakan bahwa konflik pertanahan menjadi prioritas untuk diselesaikan, termasuk pemberantasan mafia tanah," jelasnya dalam keterangan resmi Setjen DPD RI, kemarin.

Taufik Ikram Jamil, Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAMR, menyampaikan perlunya perhatian yang serius dari pemerintah dan parlemen mengenai persoalan tanah ulayat yang terjadi di Riau. Menurutnya, hak-hak tanah ulayat belum dapat dinikmati masyarakat adat, seperti halnya aset eks perusahaan perkebunan kelapa sawit Duta Palma yang merupakan tanah ulayat atau adat.

"Asetnya kalau bisa dikembalikan ke masyarakat adat untuk dapat dimanfaatkan masyarakat," tukasnya.

Tanah-tanah bekas HGU juga haruslah dikembalikan ke masyarakat adat yang selama ini memang bagian dari tanah adat. "400-500 ribu masyarakat miskin yang ada di Riau berasal dari masyarakat adat, padahal mereka memiliki tanah ulayat yang tidak dapat dinikmati," sebutnya.

"Masyarakat Adat meminta pemerintah untuk mempertimbangkan sertifikat komunal bagi masyarakat adat sebagai bentuk rekognisi (pengakuan) dan pelindungan terhadap hak-hak masyarakat adat," imbuhnya.

Di akhir pertemuan, disepakati kesepahaman bahwa konflik pertanahan harus segera dituntaskan, khususnya yang terdampak bagi masyarakat adat.
 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :