Berita / Komoditi /
Hilirisasi Industri Sawit di Mata Aspekpir dan Apkasindo
 
                Buah kelapa sawit. Ist
Pekanbaru, Elaeis.co - Rencana Presiden Joko Widodo untuk memperkuat hilirisasi industri kelapa sawit dinilai Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (Aspekpir) merupakan langkah yang tepat. Bahkan pihaknya mengaku mendukung akan niat tersebut.
"Sebetulnya niat Presiden itu bagus, tapi jika ditutup total ekspor CPO itu, apakah produksi CPO akan habis jika dimanfaatkan di dalam negeri," ujar Ketua Umum DPP Aspekpir, Setiyono, Selasa (30/11).
Menurutnya jika ekpor itu dihentikan total, maka secara otomatis tidak ada lagi pungutan ekspor yang bertujuan untuk memberikan subsidi kepada masyarakat khususnya petani kelapa sawit. Misalnya saja dalam program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).
"Memang jika CPO diolah kembali maka potensi besar untuk meningkatkan harga jualnya. Seperti biodisel bahkan hingga kosmetik. Tapi saya kira ekspor hanya akan dikurangi bukan ditutup total," paparnya.
Sementara itu, sebelumnya Ketua Umum DPP APKASINDO, DR Gulat Manurung mengatakan bahwa pihaknya juga mendukung langkah Presiden Joko Widodo tersebut.
"Kami petani sawit APKASINDO memahami maksud Pak Jokowi itu adalah semangat meningkatkan azaz manfaat dari sawit dalam negeri," ujar saat berbincang bersama Elaeis.co beberapa waktu lalu.
Gulat mengatakan, maksud menghentikan ekpor yang disampaikan orang nomor satu di Indonesia itu bukan menghentikan ekspor secara total. Gulat merinci saat ini ekpor CPO sudah jauh lebih rendah dibandingkan tiga tahun lalu.
"Sekarang kan hanya 20% saja, sisanya sudah dalam bentuk turunan CPO. Jadi mari kita maknai pernyataan Pak Presiden sebagai semangat kedaulatan Indonesia sebagai produsen CPO terbesar Dunia," tuturnya.
Sebelumnya Gulat mengatakan bahwa dari berbagai survei telah membuktikan bahwa perkebunan sawit mencakupi beragam manfaat. Misalnya saja dari aspek Ekonomi, Aspek Sosial dan aspek Ekologi. Dari tiga aspek itu aspek sosial menjadi point terpenting untuk peningkatan ekonomi di massa pandemi.
"Cara paling sederhana untuk percepatan perekonomian bisa dilakukan yakni dengan berbelanja. Nah, saat ini petani sawit mulai membelanjakan uangnya ke kota. Nah jika ada aktivitas belanja maka putaran uang yang terjadi. Di situlah hukum ekonomi berlaku," katanya.
"Riau berbeda dengan provinsi lain, efek ekonominya cepat dan sangat luar biasa bahkan dimasa pandemi," imbuhnya.
Menariknya kata Gulat, harga sawit mulai meningkat sejak Februari 2020 bersamaan dengan mulainya pandemi covid-19 mewabah di Riau. Bahkan justru harga komoditi unggulan di Riau ini malah terus tumbuh hingga saat ini.
Naiknya harga ini juga dipengaruhi dengan resminya program B30 yang telah diresmikan Presiden Jokowi beberapa waktu lalu. Dengan diresmikannya program ini maka serapan CPO di dalam negeri dan dunia terjadi tarik menarik.
"Di fase itulah hukum ekonomi berlaku dan mempengaruhi harga TBS di Riau," paparnya.
Hingga saat ini hampir 24 jam hidup masyarakat tak terlepas dari sawit. Mulai dari obat-obatan hingga energi yang digunakan. Malah saat ini terang Gulat, negara India tengah meningkatkan kandungan CPO menjadi energi.
"CPO ini diminati dunia, bukan hanya negara yang menghasilkan dan mengolah CPO ada juga negara yang tidak menghasilkan namun mereka membeli dan menjual kembali. Ini justru ikut meningkatkan perputaran CPO yang nantinya berimbas pada TBS," katanya.
Selain harga CPO tadi, harga TBS yang cenderung stabil juga cukup dipengaruhi oleh Peraturan Gubernur (Pergub) Riau terkait harga TBS. Hingga saat ini harga TBS terbaik terdapat di wilayah Riau.
"Dengan hal ini maka lebih baik kita meningkatkan hilirisasi dalam negeri. Ini adalah sisi bisnis. Dan saat ini negara memanggil untuk itu," tandasnya.

Komentar Via Facebook :