Berita / Nasional /
Di Kebun Astra, Bandung Sahari Sabar Jelaskan ke Mahasiswa Soal Isu Ini
 
                Teks Foto: Bandung Sahati dari Astra Agro Lestari berdiskusi dengan para peserta Lomba Riset Sawit Tingkat Mahasiswa yang diselenggarakan oleh BPDPKS. Diskusi iti dilakukan di kebun sawit PT KTU
Koto Gasib, elaeis.co - Wajah Bandung Sahari terlihat begitu sabar. Sesekali ia tersenyum mendengarkan berbagai pertanyaan dari para pelajar dan mahasiswi peserta Lomba Riset Sawit yang diselenggarakan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Saat itu SEVP Sustainability PT Astra Agro Lestari (AAL) tersebut dan para peserta Lomba Riset Sawit BPDPKS melakukan kunjungan lapangan atau fieldtrip ke kebun sawit milik PT Kimia Tirta Utama (KTU).
Perusahaan ini merupakan anak usaha dari AAL Group yang ada di Kecamatan Koto Gasip, Kabupaten Siak, Provinsi Riau.
Kegiatan fieldtrip itu mencakup beberapa insur manajemen dari PT KTU dan AAL Group dari Jakarta, serta beberapa pejabat BPDPKS seperti Sultan Muhamad Yusa SE MB selaku Analis Senior dan Arfie Thahar selaku Kepala Divisi (Kadiv) Program Pelayanan.
Kegiatan yang dilaksanakan pada hari Kamis (29/2/2024) tersebut didukung sepenuhnya oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Dr Bandung Sahari sendiri merupakan anggota tim Lomba Riset Sawit BPDPKS Tingkat Mahasiswa dan kini duduk di Kompartemen Regulasi Karbon di Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI).
Saat itu Bandung Sahari menunjukkan pengelolaan kebun sawit kepada para pelajar dan mahasiswi peserta Lomba Riset Sawit.
“Taman sawit itu kan monokultur, Pak. Kata orang-orang, tanaman lain tidak bisa hidup berdampingan dengan sawit,” ujar seorang mahasiswa saat itu.
“Sawit katanya tanaman rakus dan boros air ya, Pak?” tanya siswa lainnya.
Beberapa pertanyaan lain juga mengalir dari para siswa ketika sesi diskusi interaktif di kebun sawit Astra tersebut dibuka.
"Begini ya. Soal tanaman sawit monokultur, coba lihat kebun ini. Terlihat ada tanaman lain kan?" kata Bandung dengan nada tanya.
“Kalau bicara monokultur, apakah tanaman padi itu bukan monokultur? Apakah jagung, kacang kedelai, atau bunga matahari bukan monokultur? Yuk, coba kita ingat-ingat,” kata Bandung.
"Lagi pula, sekadar informasi, tanaman lain, misalnya jagung, bisa ditanam di kebun sawit, di sela-sela tanaman sawit. Istilahnya tumpangsari," kata dia.
“Dan itu dilakukan saat sawit di usia tanam maksimal 3 atau 4 tahun, karena saat itu tanaman sawit belum terlalu tinggi besar,” kata dia menambahkan.
Ia lalu membandingkan dengan tanaman komoditas lainnya. Mata dia, tanaman padi, kedelai kacang, atau lainnya tak bisa berkongsi lahan atau dilakukan tumpangsari.
Terkait isu sawit rakus dan boros air, Bandung membantahnya. Kata dia, sudah ada penelitian yang jelas-jelas menunjukkan sawit tidak rakus atau boros air.
“Yuk coba bandingkan dengan padi yang bahkan mesti dibangun irigasi air di sekitar sawit,” kata dia.
Selanjutnya Bandung Sahari mengajak para pelajar dan mahasiswa peserta Lomba Riset Sawit untuk memikirkan dengan jernih semua komoditas itu dan implikasinya terhadap pengelolaan tanah.
"Lihat kebun sawit ini atau kebun sawit lainnya. Cukup sekali tanam, enggak perlu lagi tanah ini dicangkuli, dikorek-korek," kata dia.
Coba bandingkan, misalnya kedelai dengan, beberapa bulan ditanam, panen, lalu tanahmya harus dicangkuli lagi, harus dikorek-korek. Pemerkosaan terhadap tanah itu namanya, kata dia.
Pihak Astra Agro Lestari sendiri, ujar Bandung, berusaha dengan keras agar mampu mengenal dan memahami bagaimana tanah yang menjadi lomasi perkebunan sawit mereka.
Termasuk kebun sawit di PT KTU yang berada di areal lahan gambut. Astra Agro Lestari, ujar Bandung, telah menciptakan sistematika dan penanganan yang tersendiri.
“Dengan demikian lahan gambut dan tanaman sawit di atasnya bisa sama-sama tetap dalam keadaan baik. Kami pantau terus-menerus kondisi tanaman sawit dan lahan gambut kami,” tegas Bandung Sahari.(*)







Komentar Via Facebook :