Berita / Sumatera /
Aspek-PIR Minta Pemprov Riau Evaluasi Pabrik Brondolan dan Tanpa Kebun
 
                Ketua Aspek-PIR Riau, Sutoyo. Foto: Istimewa
Pekanbaru, elaeis.co - Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perusahaan Inti Rakyat (Aspek-PIR) mendesak pemerintah provinsi Riau mengevaluasi serta melakukan investigasi terkait berdirinya pabrik kelapa sawit (PKS) tanpa kebun dan pabrik brondolan. Sebab dua PKS ini dinilai merugikan petani kelapa sawit.
"Kita sudah Surati Pemprov Riau pada pertengahan Juni lalu. Kita minta pemerintah merespon permintaan kami ini terkait PKS tanpa kebun dan PKS brondolan," ujar Ketua Aspek-PIR Riau, Sutoyo kepada elaeis.co, Kamis (4/7).
Langkah ini kata Sutoyo tidak lepas dari semakin maraknya pencurian buah kelapa sawit milik petani. Baik itu milik petani plasma maupun petani swadaya.
Baca juga: Harga TBS dan Brondolan di Sejumlah PKS di Riau Naik Hingga Rp 40/Kg
"Jadi banyak buah petani sebelum dipanen justru dibrondol oleh para pencuri tadi. Kemudian dijual ke pengepul. Brondolan ini harganya lebih mahal ketimbang buah janjangan yang kemudian dijual di PKS brondolan atau bisa juga ke PKS tanpa kebun," paparnya.
Dari pengamatan Sutoyo di lapangan, Pemprov Riau harus segara mengambil langkah-langkah nyata untuk membantu petani kelapa sawit khususnya di Riau.
Pertama menghimbau atau mewajibkan setiap perusahaan yang mengantongi IUP-P apalagi IUP-B terintegrasi IUP-P di Wilayah Provinsi Riau agar wajib tergabung di Kelembagaan Asosiasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Cabang Riau. Ini bertujuan untuk mempermudahkan dalam hal konsulidasi dan pengawasan, khususnya dalam merumuskan harga TBS, sebagaimana pasal 17 dan pasal 18 pada Permentan No.01 Tahun 2018, pasal 15 dan pasal 16 pada Pergub. No.77 Tahun 2020.
Baca juga: Harga Jual CPO Perusahaan Mitra Swadaya di Riau Lebih Mahal dari Plasma
Kedua, melakukan evaluasi dan menginvestigasi operasional produksi PKS standard yang sudah beroperasi, khusunya pada PKS yang tidak memiliki kebun inti. Sebab disinyalir  merubah proses produksinya yang harusnya menggiling TBS namun faktanya hanya menggiling buah brondolan.
Ketiga, evaluasi regulasi secara detil tentang Perizinan Perkebunan Rakyat khusunya STD-P berupa PMKS mini (PAO), sebagaimana pasal 48 ayat 3 pada Perda.No.6 Tahun 2018.
Baca juga: Periode 3-9 Juli, Harga TBS Sawit Mitra Swadaya Riau Cuma Naik Rp 11,25
"Sepengetahuan kami teknologi yang digunakan oleh PMKS standard
(CPO/crude palm oil) dengan PMKS mini (PAO/Palm Acid Oil/asam tinggi) sangat jauh berbeda, pastinya memiliki hasil akhir berupa produk yang berbeda, sehingga dalam operasional produksinya semestinya juga harus dibuat kan regulasinya secara detail," jelasnya.
Dengan hilangnya buah berondolan dalam pasokan TBS ke PMKS CPO mitra akibat sebagaimana diatas, maka pihaknya sebagai salah satu yang tergabung dalam tim pembentuk harga TBS Tingkat Provinsi, selalu mempermasalahkan perihal ini. Alasannya, bahwa tanpa buah brondolan akan merusak rendemen yang dihitung dari indeks K.







Komentar Via Facebook :