https://www.elaeis.co

Berita / Internasional /

Warning Pembeli Minyak Sawit di Singapura

Warning Pembeli Minyak Sawit di Singapura

foto: visitsingapura.com


Jakarta, elaeis.co - Sepuluh hari lalu lelaki 49 tahun ini ikut ketemuan dengan salah satu pemilik perusahaan pembeli minyak sawit terbesar Indonesia di Singapura.

Pemilik perusahaan itu bilang begini; kami enggak akan mau membeli Crude Palm Oil (CPO) yang bahan bakunya dibeli dengan harga murah. 

Kami akan melihat selisih margin antara pendapatan sektor hulu, hilir dan hilirisasi. Sebab konsep keberlanjutan itu tidak hanya dilihat di hulu, tapi keadilan harga dari sektor hulu hingga hilir, menjadi sangat penting.

Kami akan melakukan investigasi kepada petani-petani, berapa harga TBS nya dibeli Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dan berapa harga CPO nya dibeli refinery.

Baca juga: Acuan Usang Harga Produk Sawit

Dari situ nanti akan ketahuan seperti apa rantai pasok dan kelayakan harganya. Harga TBS yang diolah di PKS dan harga CPO yang dijual PKS ke refinery. mereka akan berhitung kelayakan harga di hulu. 

"Bagi kami Apkasindo, pernyataan ini tentu sangat menarik. Yang selama ini orang hanya meributkan lingkungan sebagai sustainablity, tapi menurut pembicaraan itu, aspek keadilan harga dari hulu ke hilir justru telah menjadi bagian tak terpisahkan dari keberlanjutan itu," kata Ketua DPP Apkasindo, Gulat Medali Emas Manurung kepada elaeis.co tadi pagi. Ayah dua anak ini ikut dalam pertemuan itu. 

Auditor Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) ini kemudian mencontohkan: Oleokimia dijual Rp20 ribu perkilogram, tapi bahan bakunya --- TBS --- cuma dibeli seharga Rp400 per kilogram. "Ini kan sudah sangat jomplang," katanya. 

Lantaran itu kata doktor ilmu lingkungan Universitas Riau ini, sudah satnya merobah mindset bahwa keberlanjutan itu tidak dari sisi lingkungan saja, tapi juga dari aspek ekonomi dan sosial. Harga jual TBS itu bagian dari aspek ekonomi tadi," ujarnya. 

Apkasindo mengingatkan bahwa aspek yang selama ini terabaikan sudah menjadi penting di masa depan lantaran sawit semakin dibutuhkan dunia, terlebih di masa kritis. 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :