Berita / Nasional /
WALHI Sebut 9 Juta Hektare Sawit Tak Setor Pajak Sejak Zaman Jokowi
Manajer Kampanye Hutan dan Kebun WALHI, Uli Arta Siagian.
Jakarta, elaeis.co – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mengungkap temuan mengejutkan soal tata kelola sawit nasional.
Sekitar 9 juta hektare kebun kelapa sawit disebut tidak membayar pajak sejak era Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi). Penyebab utamanya, mayoritas kebun tersebut tak mengantongi dokumen legal lengkap, terutama Hak Guna Usaha (HGU).
Temuan itu disampaikan Manajer Kampanye Hutan dan Kebun WALHI, Uli Arta Siagian, dalam Podcast Madilog yang dipandu jurnalis senior Margi Syarif.
Uli menyebut, kebun sawit ilegal ini sudah beroperasi bertahun-tahun dan menghasilkan keuntungan besar, namun minim kontribusi ke negara.
“Sekitar 9 juta hektare sawit tidak membayar pajak karena tidak memiliki HGU. Ini terjadi sejak lama dan dibiarkan,” kata Uli, Minggu (21/12).
WALHI mencatat, 537 perusahaan saat ini tengah diproses untuk memperoleh HGU pada periode 2024–2025. Padahal, ratusan perusahaan itu disebut sudah lama beroperasi tanpa legalitas penuh.
Dua contoh yang disorot WALHI adalah PT ANA di Morowali Utara, yang beroperasi belasan tahun tanpa HGU, serta PT ABS di Bengkulu Selatan yang membuka lahan sejak 2016 dan baru mengantongi HGU pada 2025. Kedua kasus tersebut disebut memicu konflik agraria dengan masyarakat setempat.
Menurut Uli, perusahaan-perusahaan itu bukan pemain kecil. Sebagian terafiliasi dengan grup sawit besar nasional dan menguasai ribuan hektare lahan, termasuk yang berada di kawasan hutan dan wilayah adat.
Di sisi regulasi, pemerintah telah menerbitkan surat edaran Kementerian ATR/BPN pada 2024 serta Permen LHK Nomor 20 Tahun 2025 terkait penyelesaian sawit ilegal di kawasan hutan. Namun, Walhi menilai kebijakan tersebut berpotensi menjadi celah “pemutihan” kebun ilegal melalui proses administrasi.
“Proses legalisasi ini rawan. Yang sudah lama melanggar justru diberi karpet merah lewat administrasi,” ujarnya.
WALHI juga menyinggung wacana perluasan sawit ke Papua. Menurut Uli, rencana itu kontradiktif di tengah persoalan jutaan hektare sawit bermasalah yang hingga kini belum diselesaikan.
“Yang sudah ada saja belum beres, tapi sudah bicara ekspansi,” katanya.
WALHI mendesak pemerintah pusat dan daerah, termasuk aparat penegak hukum, untuk mengevaluasi total tata kelola sawit nasional. Tanpa penertiban serius, WALHI menilai kebocoran pajak dan konflik agraria di sektor sawit akan terus berulang.







Komentar Via Facebook :