Berita / Pojok /
Selamat Datang di Kawasan Hutan
anak-anak Suku Anak Dalam di kawasan Sarolangun, Jambi. foto: ist
Jakarta, elaeis.co - Dari sekarang, ada baiknya anak-anak petani sawit mulai belajar membikin busur dan anak panah.
Mengintip laman mbah google untuk mencari tahu jenis dan nama-nama pohon hutan yang pernah ada, terutama jenis kayu tahan lapuk, damar, rotan dan akar jala.
Biar nanti saat akan membikin sampan tak bingung lagi, apalagi saat akan membikin rumah papan berikat rotan di tepi perigi.
Anak laki-laki segera juga belajar memanjat dan menyesuaikan kulit dengan suasana hutan belantara. Biar tak sulit lagi bersahabat dengan agas, nyamuk maupun Noka (monyet).
Yang perempuan, belajarlah membikin baju dari kulit apa saja, termasuk membikin Koteka. Jangan lupa cara membikin ragam bentuk dan ukurannya. Sebab 'ukuran' anak dan bapak pasti berbeda.
Semua ini harus segera, sebab kebun sawit sudah akan kembali jadi hutan belantara. Biar negeri ini tak langganan banjir lagi, sungai-sungai jernih lagi dan tak dituding menjadi negeri pengekspor asap lagi.
Syukur-syukur luasan hutan itu bakal berlebih, biar bisa tukar guling dengan perusahaan bertabiat kompeni.
Jangan bertanya kenapa begini, kenapa begitu. Karena hasrat penguasa memang begitu.
Namanya juga penguasa, urusan aturan nomor dua, hasrat dan selera yang paling utama.
Bulan depan hasrat yang dibungkus aturan itu sudah akan keluar dan hari ini hampir semua utusan menteri bertatap muka di webinar, tanpa ada yang berkoar-koar.
Mau protes? Tak usah lagi lah. Sebab, sudah dari dulu petani berkoar-koar, tapi tak ada yang mau mendengar.
Jadi, dari pada kolesterol naik, tensi naik dan penyakit jantung kumat, turuti saja apa kata pemerintah.
Bukankah pepatah "Jangan pernah bertanya tentang apa yang sudah diberikan oleh Negaramu kepadamu, tapi tanyalah apa yang sudah kau berikan kepada Negaramu" adalah falsafah mulia?" Inilah saatmu menjalankan falsafah itu.
Lagi pula hidup di hutan itu jauh lebih baik, tak perlu uang banyak, sebab kau tak kenal lagi dengan leasing, mall, karaoke, gofood, apalagi 'Booking Open'.
Soal sekolah anak-anak dan masa depannya, itupun tak perlu kau pikirkan meski Buya Hamka bilang, " Kalau hidup sekadar hidup, bodat (beruk) di hutan pun hidup".
Sebab penguasa negeri ini juga tak mau tahu soal itu dan lagi pula, hidup di hutan tak perlu sekolah, tak perlu cerita masa depan, apalagi belanja baju lebaran dan tahun baruan.
Kalau suatu saat bekas kebun sawit itu sudah menjadi hutan dan kemudian diberikan pemerintah kepada cukong dengan dalil investasi, berikanlah. Itulah puncak perjalananmu mengabdi kepada Negeri ini.
Pengabdian untuk membayar kesalahanmu sendiri. Sebab kau bukan cukong yang bisa membayar royalti, apalagi untuk mengentertain anak bini menteri.
Jadi ya sudahlah, terimalah nasib, jelang Tuhan menjemput ajalmu, mudah-mudahan surga menjadi ganjaran untukmu!
Abdul Aziz

Komentar Via Facebook :