https://www.elaeis.co

Berita / Feature /

Sebegininya Nikmat Cuan Rente Itu...

Sebegininya Nikmat Cuan Rente Itu...

Tumpukan kayu alam hasil tebangan untuk membikin kebun di Papua. foto:GP


Jakarta, elaeis.co - Kalau merujuk pada data yang disodorkan oleh Forest Watch Indonesia (FWI) dua tahun lalu dalam laporan Lembar Fakta yang berjudul "Angka Deforestasi Sebagai 'Alarm' Memburuknya Hutan Indonesia", sampai 2017, luas konsesi perkebunan kelapa sawit di Indonesia sudah mencapai 19 juta hektar. Dari luasan itu, sekitar 2,3 juta hektar lagi adalah tutupan hutan yang siap menyusul pendahulunya untuk ditebangi menjadi kebun kelapa sawit. 

Dibilang 'pendahulunya' lantaran kebanyakan konsesi perkebunan kelapa sawit itu berada pada lahan yang bertutupan hutan. Maklum, rata-rata pemilik konsesi perkebunan kelapa sawit itu masih 'serumah' dengan 'abang'nya perusahaan perhutanan. Jadi sambil membuka usaha baru, kayu dari lahan konsesi itu, bisa disetor ke 'abang'nya. 

Tumpukan kayu alam hasil tebangan hutan di Riau untuk dijadikan perkebunan. foto: ist

Begitulah yang terjadi, minimal di kawasan Tapung Raya Kabupaten Kampar, Peranap, Batangcenaku dan wilayah sekitarnya di Indragiri Hulu, Langgam di Pelalawan, Pulau Rupat di Bengkalis, dan kawasan Semenanjung Kampar hingga tepian Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu di Siak dan sebahagian Pelalawan. 

Baca juga: Para Penikmat Rente di Perkebunan Sawit

Kalau situasi ini kemudian dikaitkan dengan apa yang dibilang oleh mantan Direktur Jenderal Perkebunan (Dirjenbun) Kementerian Pertanian, Prof. Agus Pakpahan, maka betapa nikmat cuan yang dirasakan oleh korporasi perkebunan kelapa sawit ini, khususnya perkebunan kelapa sawit yang punya 'abang' perusahaan perhutanan.

Sebab, sudahlah Hak Guna Usaha (HGU) lahan perkebunan itu bisa digadaikan, kayu alam yang tumbuh di atas lahan itu, bisa jadi duit. Rasanya renyah lantaran cuma dibarter dengan setoran Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang tak seberapa untuk bisa menebang dan mengangkut kayu itu.       

Dalam perbincangan dengan elaeis.co tadi malam, Agus cerita bahwa hakekat perkebunan kelapa sawit itu merupakan bisnis berbasis property atas lahan (landed property right).  

"Kalau return untuk uang dinamakan bunga (interest rate), return untuk komoditas dinamakan harga (price) dan return untuk tenaga kerja adalah upah (wages), maka return terhadap sumber daya lahan dinamakan land rent (rente lahan). Land rent tergolong dalam kategori unearned income atau pendapatan bukan hasil bekerja, sama seperti pendapatan dari bunga atas uang yang ditabung di bank," lelaki 65 tahun ini mengurai.  

Land rent ini ternyata teramat seksi. Tengok saja apa yang diurai mantan Deputi di Kementerian BUMN ini. Bahwa satu hektar lahan HGU bisa diagunkan senilai Rp100 juta. Kalau dibandingkan dengan nilai Tandan Buah Segar (TBS) sawit yang katakanlah Rp2 juta per ton, maka hasil gadai HGU itu setara dengan hasil panen 50 hektar kebun sawit.  

"Artinya nilai komoditas relatif sangat kecil terhadap nilai lahan (1:50). Kalau misalnya satu korporasi mendapat HGU 100 ribu hektar dan kemudian diagunkan, maka lahan seluas itu sudah bernilai 100.000 hektar x Rp100.000.000=Rp10 triliun. Ini fenomena lahan yang di dalamnya ada nilai land rent. Andaikan nilai land rent ini 20 persen, maka pemilik lahan HGU sudah menikmati Rp2 triliun tanpa kerja," panjang lebar Agus mengurai. 

Dari gambaran tadi, bisa dibilang bahwa sistem perkebunan berlandaskan HGU adalah bisnis yang dicirikan oleh nilai rente lahan yang sangat tinggi dan ini menjadi unearned income bagi pemilik korporasi .  

Struktur ini akan menentukan perilaku korporasi dalam mengalokasikan sumberdaya yang dimilikinya, yang tidak kompatibel terhadap kepentingan jangka panjang. Misalnya untuk pengembangan industri hilir berbasis inovasi yang mengakar pada Riset and Development (R&D).

Land rent ini kata Agus akan terus meningkat. Jadi, jangan heran apabila orientasi primer dari bisnis perkebunan adalah menangkap (capturing) land rent. Sementara komoditas kelapa sawit yang diperdagangkan, menjadi semacam secondary objective.

Maka, kalau pemerintah benar-benar serius ingin menghentikan deforestasi di Indonesia kata Agus, caranya sederhana saja; buat aturan bahwa HGU tidak boleh diagunkan, "Selesai semua itu. Enggak akan ada lagi perusahaan yang mau membangun kebun sawit," tegasnya. 


 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :