https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Petani Sawit di Persimpangan Jalan Antara Legalitas Kawasan Hutan dan Kebutuhan Hidup

Petani Sawit di Persimpangan Jalan Antara Legalitas Kawasan Hutan dan Kebutuhan Hidup

Salah satu penindakan Satgas PKH di wilayah provinsi Jambi.(Ist)


Jambi, elaeis.co - Pemerhati Tata Niaga dan Tata Kelola Sawit, Dermawan Harry Oetomo yang juga merupakan pengurus DPP Apkasindo menilai ribuan petani sawit swadaya di seluruh Indonesia kini berada dalam situasi dilematis. Mereka dihadapkan pada tekanan dari dua sisi program pemerintah melalui Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) dan himpitan ekonomi yang memaksa mereka bergantung penuh pada hasil panen sawit untuk bertahan hidup.

Dari kacamatanya, dengan diberlakukannya Perpres No. 5 Tahun 2025, pemerintah terlihat agresif menata ulang kawasan hutan demi legalitas dan pelestarian lingkungan. Namun di balik keberhasilan administratif tersebut, ada kenyataan pahit yang dirasakan para petani swadaya. Yakni ketidakpastian masa depan dan terancamnya penghidupan yang selama ini menjadi tumpuan hidup mereka.

"Petani sawit berkontribusi pada ekspor CPO komoditas strategis penyumbang devisa terbesar nyatanya justru masih dalam posisi termarjinalkan. Ironisnya, para petugas Satgas PKH digaji rutin dari APBN yang bersumber dari pajak rakyat, termasuk pajak dari para petani sawit. Namun di lapangan, petani swadaya tetap hidup dalam tekanan, menghadapi potensi penggusuran, penurunan daya beli, dan ancaman kehilangan hak atas tanah garapan yang telah dikelola selama puluhan tahun," tuturnya kepada elaeis.co, kamis (17/7).

Lanjut Dermawan kebijakan yang tidak mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi secara menyeluruh dikhawatirkan dapat memicu efek domino yang lebih luas. Misalnya meningkatnya angka pengangguran, bertambahnya kemiskinan, dan menurunnya pertumbuhan ekonomi nasional. Bahkan, bukan tidak mungkin akan memicu gejolak sosial antara petani dan aparat, bila pendekatan yang digunakan bersifat koersif, bukan solutif.

Baca juga : Ribuan Hektar Kelapa Sawit Ditindak Satgas PKH, Petani Tebo Merapat ke Aspek-Pir

Di sisi lain, pemerintah tengah mendorong program mandatori biodiesel demi efisiensi energi nasional yang diperkirakan menghemat Rp 80–100 triliun per tahun. Namun ironisnya, kebutuhan bahan baku sawit yang meningkat tidak sejalan dengan perlindungan terhadap para petani yang memproduksinya.

"DPP APKASINDO menyerukan agar Perpres No. 5/2025 ditinjau kembali secara bijak dan menyeluruh. Pendekatan hukum yang digunakan semestinya berpijak pada asas Salus Populi Suprema Lex dan kesejahteraan rakyat adalah hukum tertinggi, serta selaras dengan sila kelima pancasila, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," tegasnya 

"Apalagi dalam konteks asta cita Presiden Prabowo Subianto, khususnya pada poin ke-6 yang menekankan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Maka, penting agar kebijakan ini berada dalam satu frekuensi antara perlindungan lingkungan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, bukan saling menegasikan," sambungnya.


 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :