https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Petani Rugi Rp 54 Miliar Setahun Akibat Sortasi TBS

Petani Rugi Rp 54 Miliar Setahun Akibat Sortasi TBS

Ketua DPD APKASINDO Aceh Singkil, Syafril Harahap (Serambinews.com, Dede Rosadi)


Jakarta, Elaeis.co  - Pabrik kelapa sawit di Kabupaten Aceh Singkil terus melakukan praktek pemotongan timbangan atau sortasi tandan buah segar (TBS) yang sangat merugikan petani.


Setiap TBS kelapa sawit milik petani yang dijual ke PKS di daerah itu dikenakan potongan rata-rata sekitar 2,5 persen. Itu setara dengan 250 kg kalau truk yang masuk ke PKS bermuatan 10 ton. Pemotongan tersebut dapat dilihat di bukti penjualan TBS petani kepada pabrik.


Menurut Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Kabupaten Aceh Singkil, Syafril Harahap, ada PKS yang bahkan melakukan potongan hingga 6 persen per truk. “Potongan ini sama sekali tidak ada dasar hukumnya,” kata Haji Apin, sapaan akrab Syafrial Harahap, dikutip Serambinews.com.


Menurutnya, petani sulit menerima jika alasan pemotongan adalah karena gagang tandan sawit panjang, sampah, atau kualitas buah yang tidak bagus. Sebab, angkanya terlalu besar.


“Bila buah sawitnya dianggap tidak bagus, sebaiknya PKS tidak usah terima. Lebih baik dikembalikan sebagai pembelajaran agar petani meningkatkan kualitas produksi,” tukasnya. 


Menurutnya, praktek sortasi TBS petani oleh PKS sudah berlangsung sejak puluhan tahun. Dari penelusuran Haji Apin, setidaknya ada delapan PKS di Aceh Singkil yang melakukan pemotongan di atas 2,5 persen. “Kerugian yang dialami petani dan pemerintah daerah akibat sortasi itu minimal Rp 54 miliar per tahun,” katanya.


Hitungan-hitungannya, setiap hari rata-rata ada 400 truk yang menjual sawit rakyat ke PKS. Bila setiap mobil dipotong 250 kg, maka sehari mencapai 100.000 kg. Jika dikalikan 30 hari, TBS yang dipotong 3.000.000 kg dalam sebulan. Dalam setahun total pemotongan mencapai 36.000.000 kg.


“Kalikan saja kalau harga sawit Rp 1.500/kg, dapat Rp 54 miliar. Kalau harga TBS naik, tambah rugi lagi petani dan pemerintah daerah,” jelasnya.


Apin mengaku sudah menyampaikan persolan ini di sejumlah forum dalam berbagai kesempatan. Tetapi belum ada tindak lanjut dari pemerintah. Padahal pemotongan serupa tidak hanya terjadi di Aceh Singkil, tetapi hampir di semua daerah.


“Jika pemotongan 1 persen, mungkin masih bisa diterima. Tapi kalau 2,5 persen lebih, sudah tidak ada dasar hukumnya. Sangat merugikan,” pungkasnya.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :