https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Petani ini Yakin Usai Trek Harga TBS Masih Bertahan Tinggi

Petani ini Yakin Usai Trek Harga TBS Masih Bertahan Tinggi

Ketua DPD APKASINDO Kota Subulussalam, Ir Netap Ginting (dua dari kiri), tengah istirahat bersama pekerja di sela pemupukan kebunnya (Dok. pribadi)


Subulussalam, Elaeis.co - Sama seperti pemilik kebun sawit lainnya di Kota Subulussalam, penghasilan Ir Netap Ginting, sarjana yang memilih jadi petani sawit, jauh berkurang dalam beberapa pekan terakhir. Penyebabnya, sawit sedang musim trek.

Normalnya kebun sawit Netap menghasilan satu sampai dua ton tandan buah segar (TBS) sawit per hektar. Setiap hektarnya ditanami sekitar 143 batang sawit dengan jarak tanam 9 kali 9 meter.

“Sekarang memasuki musim trek, hampir semua pohon sawit tidak menghasilkan buah. Atau ada buahnya, tapi belum waktunya dipanen, belum matang dia. Padahal sekarang harga sedang tinggi-tingginya,” kata Ketua DPD APKASINDO Kota Subulussalam ini kepada Elaeis.co, Senin (11/10/2021).

Ia mengaku tidak putus asa meski trek menyebabkan penghasilan berkurang, perawatan kebun sawitnya tetap dilakukan sebagaimana mestinya. Dia yakin hingga trek berakhir harga sawit masih bertahan di posisi seperti sekarang. “Menurut perkiraan saya, harga TBS akan tetap tinggi dalam jangka waktu yang lama,” tukasnya.

Ada empat faktor yang menurutnya akan menahan harga TBS di posisi sekarang. “Pertama krisis energi dunia, terutama yang bergantung pada energi fosil. Ini peluang bagi minyak sawit asal Indonesia merangsek ke pasar BBM dunia lewat biofuel,” katanya.

Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang semakin mendekati USD 1 per kilogram saat ini, menurutnya, sangat kecil kemungkinan anjlok secepat kilat dalam waktu dekat.

Faktor berikutnya adalah musim trek yang menyebabkan proses supply and demand terganggu. “Pabrik kelapa sawit (PKS) hanya akan mendapatkan pasokan buah jika berani menebus dengan harga yang membuat petani dan penyuplai buah sawit tersenyum,” ujarnya.

Yang terakhir adalah faktor yang pengaruhnya dirasakan di tingkat lokal. “Pabrik kelapa sawit bertambahnya dua. PT Aceh Trumon Anugerah Kita di Aceh Selatan, dan PT Mon Jambee di Aceh Barat Daya atau Abdya,” ungkapnya.

Kedua PKS itu menjadi pilihan alternatif bagi petani sawit Subulussalam dan sekitarnya karena bisa dijangkau dan akses transportasi lancar. “Tahun 1999 Aceh Selatan mekar, lahirlah Kabupaten Aceh Singkil. Tahun 2007 Singkil mekar, muncul Kota Subulussalam. Jadi daerah-daerah itu sebenarnya berdekatan,” bebernya.

Selama ini petani dari Abdya mengirim TBS ke PKS di Subulussalam. Paska hadirnya PT Mon Jambee, Netap yakin perebutan buah sawit antar sesama PKS akan semakin ketat. Dan situasi ini tentu saja berpengaruh pada harga TBS.


 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :