Berita / Sumatera /
Pergub TBS Petani Swadaya Dinilai Ganggu Rezeki Pengepul
Ilustrasi petani swadaya (Facebook)
Banda Aceh, Elaeis.co - Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh bersama pemangku kepentingan lainnya tengah melakukan finalisasi rancangan peraturan gubernur (ranpergub) tentang penetapan harga tandan buah segar (TBS) petani sawit swadaya. Selain mengatur mekanisme penetapan harga TBS, dalam ranpergub itu juga tercantum keharusan petani swadaya dan pabrik kelapa sawit (PKS) menjalin kemitraan.
Ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang ada dalam ranpergub akan dikenai sanksi sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 1/2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian TBS Kelapa Sawit Produksi Pekebun Bermitra.
Dimintai tanggapan terkait ranpergub tersebut, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Aceh, Sabri Barsyah, justru tertawa. “Kita lihat saja, jalan enggak itu nanti pergubnya. Kalau kami siap saja,” katanya kepada Elaeis.co, Selasa (31/8/2021).
Menurutnya, yang paling merasakan dampak lahirnya pergub TBS petani swadaya adalah para pengepul dan pemilik ram atau gudang penampung. Dia menyebut mereka sebagai middleman.
“Middleman ini yang dari dulu memperpanjang rantai pasok sehingga harga TBS petani merosot,” sebutnya.
Menurutnya, kehadiran middleman menyebabkan harga TBS di PKS dengan di tingkat petani bisa selisih hingga Rp 500/kg. “Selisih harga jual middleman ke PKS dengan harga pembelian mereka ke petani tak tanggung-tanggung,” katanya.
“Kalau harga pabrik, bisa dilihat di papan. Coba tanya mereka yang di middleman, berapa harga yang mereka kasih ke petani? Gap-nya besar itu. Apalagi saat harga buah lagi tinggi-tingginya, pasti gapnya bisa sampai Rp 500/kg. Jauh selisihnya kan,” imbuhnya.
Jika tidak ada middleman, Sabri yakin selisih harga antara yang dicatat di papan PKS dengan pembelian langsung ke petani atau poktan hanya mencapai Rp 100/kg.
Itu sebabnya dia mengingatkan, jika kelak pergub tersebut diterapkan, bakal ada pihak yang merasa dirugikan. Menurutnya, kelompok middleman tidak bisa dengan mudah menerima kenyataan jika secara tiba-tiba pergub itu nantinya menghabisi peran mereka.
“Kalau ujug-ujug rezekinya terpotong karena pergub ini, apa yang di tengah ini mau? Saya ragu penerapannya di lapangan bisa mulus. Saya tak yakin kelompok perantara di rantai pasok TBS bisa diatasi, dan hal ini terjadi di setiap provinsi sentra sawit,” tandasnya.
Terkait keharusan petani swadaya tergabung dalam kelompok tani, gabungan kelompok tani, atau koperasi, Sabri sangat mendukung. Sebab, katanya, PKS sebenarnya lebih senang membeli TBS langsung dari produsen, yakni petani sawit.
“Baguslah, jadi PKS kan bisa langsung transaksi dengan petani. Dengan demikian pasokan TBS ke PKS jadi terjaga. Namun, pertanyaan saya, petaninya siap enggak masuk ke organisasi? Terutama tadi yang saya sebut middleman itu. Kan mereka nanti yang justru terganggu rezekinya dengan adanya pergub ini,” pungkasnya.







Komentar Via Facebook :