Berita / Nasional /
Pemerintah Diminta Kaji Ulang Rencana Pembukaan 20 Juta Hektar Hutan Cadangan untuk Pangan dan Energi
Anggota Komisi IV DPR RI yang membidangi Lingkungan Hidup dan Kehutanan Johan Rosihan. Foto: Humas Fraksi PKS
Jakarta, elaeis.co – Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPR RI, Johan Rosihan, meminta pemerintah mengkaji ulang rencana membuka 20 juta hektare lahan hutan cadangan sebagai sumber ketahanan pangan, energi, dan air.
Menurutnya, rencana ini harus ditinjau dengan hati-hati dari berbagai sudut pandang karena berpotensi menimbulkan dampak signifikan terhadap lingkungan, masyarakat, dan keseimbangan pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
“Membuka hutan cadangan dalam skala besar dapat mengancam ekosistem dan biodiversitas.
Hutan memegang peran penting dalam menyerap karbon, menjaga siklus air, dan menjadi habitat bagi berbagai spesies. Oleh karena itu, diperlukan analisis mendalam mengenai dampak lingkungan jangka panjang sebelum kebijakan ini diimplementasikan,” kata Anggota Komisi IV yang membidangi Lingkungan Hidup dan Kehutanan itu dalam keterangan resmi Humas Fraksi PKS DPR RI dikutip elaeis.co Ahad (5/1).
Ia mengapresiasi langkah pemerintah yang ingin memperkuat ketahanan pangan dan energi dengan mengembangkan tanaman seperti padi gogo, sawit, dan pohon aren, untuk bioetanol.
Namun dia mengingatkan bahwa upaya ini harus benar-benar mampu mengatasi permasalahan tanpa menciptakan ketergantungan pada sistem yang tidak berkelanjutan.
Karena itu dia mendorong pemerintah mempertimbangkan alternatif lain seperti optimalisasi lahan yang sudah ada atau rehabilitasi lahan kritis tanpa harus membuka kawasan hutan. Juga penggunaan benih unggul, pelatihan produktivitas petani, dan teknologi pertanian yang modern. Hal ini dapat menghasilkan hasil panen tanpa harus membuka lahan baru. “Pendekatan ini lebih ramah lingkungan dan sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya pelibatan masyarakat lokal dan adat dalam setiap tahapan kebijakan ini. “Pemanfaatan lahan harus menghormati hak-hak masyarakat adat dan memberikan manfaat langsung bagi mereka. Tanpa pelibatan yang memadai, kebijakan ini berisiko memicu konflik sosial,” tegasnya.
Menurut Johan, rencana menanam padi gogo dan pohon aren adalah langkah inovatif, tetapi keberhasilannya memerlukan dukungan teknologi pertanian, pelatihan petani, serta ketersediaan sumber daya seperti air dan pupuk. “Pemerintah harus memastikan kesiapan infrastruktur dan sumber daya untuk mendukung program ini. Pemerintah harus melibatkan para ahli lingkungan, akademisi, masyarakat adat, dan LSM dalam penyusunan program dan implementasinya,” imbuhnya.
Selain itu, kajian mendalam tentang dampak ekologis, sosial, dan ekonomi dari kebijakan ini perlu dilakukan. Johan juga mendorong kebijakan yang fokus pada pengelolaan hutan secara berkelanjutan alih-alih membuka lahan baru. “Langkah ini memang menjanjikan peluang besar untuk ketahanan pangan dan energi. Tetapi jika salah kelola, dampaknya akan sangat buruk bagi lingkungan dan masyarakat. Pemerintah perlu memastikan kebijakan ini berjalan dengan prinsip kehati-hatian dan keberlanjutan,” pungkasnya.







Komentar Via Facebook :