Berita / Nasional /
MA Hukum Perusahaan Sawit Milik Investor Malaysia Bayar Rp 920 Milyar ke Negara
Sidang lapangan di areal PT RKA. foto: Gakkum KLHK
Jakarta, elaeis.co - Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) yang terdiri dari Hakim Ketua I Gusti Agung Sumantha MH, serta Hakim Anggota DR. H. Panji Widagdo dan Dr. Nani Indrawati, menolak permohonan kasasi PT Rafi Kamajaya Abadi (PT RKA). Perusahaan perkebunan kelapa sawit itu dihukum membayar ganti rugi dan tindakan pemulihan sebesar Rp 920.014.080.000,00 yang terdiri dari ganti rugi lingkungan hidup Rp 188.977.440.000,00 dan tindakan pemulihan lingkungan hidup Rp 731.036.640.000,00.
PT RKA diketahui merupakan perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) dengan 95% saham didominasi oleh Malaysia.
Atas putusan kasasi ini, Direktur Jenderal Penegakan Hukum (gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rasio Ridho Sani menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Majelis Hakim karena telah menerapkan in dubio pro natura dengan pertanggungjawaban mutlak (strict liability).
Dalam putusan kasasi itu, PT RKA harus bertanggung jawab atas kebakaran yang terjadi di lokasi kebun sawit seluas 2.560 hektar. Kebakaran itu dinilai sangat berdampak kepada kehidupan dan kesehatan masyarakat karena asap yang ditimbulkan, kerusakan lahan, kehilangan biodiversity, dan menghambat komitmen pemerintah dalam pencapaian agenda perubahan iklim, khususnya pencapaian Folu Net Sink 2030.
Menurut Rasio, putusan ini harus menjadi pembelajaran bahwa tindak tegas akan dilakukan KLHK terhadap penanggung jawab kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
"Kami tidak akan berhenti menindak pelaku perusakan lingkungan hidup, termasuk karhutla. Melalui teknologi, termasuk penggunaan satelit, kami akan memonitor lokasi-lokasi yang terbakar. Kami akan gunakan semua instrumen penegakan hukum yang menjadi kewenangan kami baik penerapan sanksi administratif, penyelesaian sengketa termasuk gugatan perdata, maupun penegakan hukum pidana," papar Rasio melalui keterangan resmi Gakkum KLHK, Selasa (25/7).
Penolakan permohonan kasasi PT RKA oleh Mahkamah Agung ini dapat memberikan pembelajaran kepada setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk tidak melakukan pembakaran lahan dalam pembukaan maupun pengolahan lahan serta tidak membiarkan terjadinya kebakaran lahan di lokasi usaha dan/atau kegiatannya dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian (precautinary principle).
”Saya sudah perintahkan Direktur Penyelesaian Sengketa KLHK/Kuasa Hukum agar segera melakukan eksekusi putusan ini dan berkoordinasi dengan Ketua Pengadilan Negeri Sintang, Kalimantan Barat. Termasuk menyiapkan langkah sita eksekusi atas aset-aset PT RKA agar proses eksekusi dapat segera dilaksanakan," jelasnya.
KLHK menggugat PT RKA di Pengadilan Negeri Sintang pada tanggal 27 Desember 2021 atas terjadinya kebakaran lahan seluas 2.560 hektar di Kecamatan Nanga Pinoh, Pinoh Utara, Kabupaten Melawi, Provinsi Kalimantan Barat. Pengadilan Negeri Sintang memutus perkara Nomor 44/Pdt.G/LH/2021/PN Stg., tanggal 8 Agustus 2022. Menghukum PT RKA membayar ganti rugi dan tindakan pemulihan sebesar Rp917.024.350.350,- yang terdiri dari ganti rugi materiil Rp270.807.710.959,- dan tindakan pemulihan lingkungan hidup Rp646.216.640.000,-
PT RKA mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Pontianak melalui Pengadilan Negeri Sintang. Pengadilan Tinggi Pontianak dalam putusan Nomor: 83/PDT/LH/2022/PT PTK tanggal 27 Oktober 2022 memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Sintang Nomor: 44/Pdt.G/LH/2021/PN Stg. Menghukum PT RKA membayar ganti rugi dan tindakan pemulihan sebesar Rp920.014.080.000,- yang terdiri dari ganti rugi materiil Rp188.977.440.000,- dan tindakan pemulihan lingkungan hidup Rp731.030.040.000,-
Sementara itu Jasmin Ragil Utomo, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup sekaligus Kuasa Hukum Menteri LHK, mengatakan bahwa penolakan permohonan kasasi PT RKA oleh MA menunjukkan komitmen yang kuat dari Majelis Hakim Agung terhadap korporasi yang tidak serius dalam menjalankan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) di bidang pengelolaan lingkungan hidup khususnya pengendalian karhutla.
"Dalam penanganan karhuta, KLHK telah menggugat 22 perusahaan, di mana putusan terhadap 13 perusahaan diantaranya telah berkekuatan hukum tetap dan dalam proses eksekusi,” ungkapnya.
Putusan MA telah sesuai dengan nilai dalam gugatan KLHK yang diajukan di Pengadilan Negeri Sintang. "KLHK akan mempelajari dan menentukan langkah-langkah hukum lebih lanjut setelah menerima relaas isi putusan dan salinan putusan MA dari Pengadilan Negeri Sintang melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," pungkas Jasmin.







Komentar Via Facebook :