https://www.elaeis.co

Berita / Feature /

Kanan-Kiri Didongkrak Sawit, Capaian Tertinggi Sejak Merdeka

Kanan-Kiri Didongkrak Sawit, Capaian Tertinggi Sejak Merdeka

Tumpukan TBS yang akan diolah di Pabrik Kelapa Sawit (PKS). foto: ist


Jakarta, elaeis.co - Kalau hari ini industri kelapa sawit tidak ada, alamat semua neraca perdagangan Indonesia --- migas maupun non migas --- akan kelihatan letoy saja. Migas apa lagi, minusnya makin bongsor.   

Tengoklah di perdagangan non migas. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut, selama periode bulan Januari-Agustus 2021, nilai ekspor minyak sawit Indonesia berada di kisaran USD 23,4 miliar. 

"Gara-gara nilai ekspor sawitnya sebesar itu, Indonesia mencatat surplus sebesar USD28,1 milyar. Angka ini naik 84 persen ketimbang periode yang sama tahun lalu," cerita Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Policy Institute (PASPI), Tungkot Sipayung kepada elaeis.co, jelang siang tadi. 

Kalau ekspor sawit tak ada, maka surplus neraca perdagangan non migas Indonesia hanya USD4,7 miliar. 

Baca juga: Rekor Paripurna Setelah 11 Dasawarsa

Di sektor perdagangan migas kata lelaki 56 tahun ini, industri sawit juga memberikan andil besar. Ini lantaran konsistennya pemerintahan Jokowi-Maruf Amin mengimplementasikan kebijakan mandatori biodiesel sawit B30.

Kebijakan ini telah menggantikan sebahagian solar fosil impor dengan biodiesel sawit. Alhasil, kebijakan ini telah berhasil menghemat devisa impor solar fosil selama periode Januari-Agustus 2021 sebesar USD2,8 milyar Rp40,6 triliun. 

Akibat kebijakan ini, defisit neraca perdagangan migas hanya minus USD7,5 miliar. "Kalaulah B30 tidak dijalankan oleh pemerintah pada periode Januari-Agustus 2021 --- di saat itu terjadi eskalasi kenaikan harga minyak mentah dunia --- maka defisit neraca migas akan membengkak menjadi USD10,3 miliar. 

Jadi, kata Tungkot, kebijakan B30 tidak hanya efektif menghemat devisa impor, tapi juga menjadi bagian dari solusi meredam dampak kenaikan harga minyak bumi kepada perekonomian nasional.

"Secara keseluruhan devisa sawit itu tidak hanya sekadar menyehatkan neraca perdagangan migas dan non migas (trade account) Indonesia, tetapi juga menikmati surplus besar; USD20,7 miliar atau sekitar Rp300 triliun.  

Surplus trade accaunt Januari-Agustus 2021 itu mengalami peningkatan sebesar 88 persen ketimbang periode yang sama tahun lalu.    

"Kontributor dari surplusnya neraca perdagangan Indonesia itu adalah devisa sawit. Tanpa devisa sawit, neraca perdagangan akan tetap mengalami defisit sebesar USD4,7 miliar," Tungkot memastikan.

Lagi-lagi, devisa sawit tidak hanya mampu menutup defisit perdagangan tapi juga membikin Indonesia menikmati suplus terbesar. 

"Surplus neraca perdagangan sebesar itu belum pernah terjadi sebelumnya dan merupakan rekor tertinggi sejak Indonesia merdeka," katanya. 

Dalam kondisi sekarang kata Tungkot, surplus neraca perdagangan yang USD20,7 miliar atau sekitar Rp300 triliun itu, tentu sangat berarti bagi perekonomian nasional. 

"Selama pandemi covid-19, perekonomian kita mengalami kontraksi. Untuk memulihkannya tentu butuh 'darah segar baru'. Devisa sawit ini menjadi injeksi darah segar bagi perekonomian  yang diharapkan memutar kembali mesin ekonomi itu biar makin melaju 'mendaki' jalan pemulihan itu," Tungkot menganalogikan.


 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :