Jakarta, elaies.co - Indonesia ternyata punya cadangan energi listrik dari limbah sawit sebesar 5 juta MWh. Bahkan cadangan energi ini bisa dijadikan bahan bakar gas, layaknya Compressed Natural Gas (CNG). 

Cadangan energi tadi berasal dari biogas bernama Palm Oil Mill Effluent (POME). 

Empat tahun lalu, Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) telah berhasil meningkatkan kadar Metana (CH4) biogas ini hingga lebih dari 95%. Caranya adalah dengan cara pemurnian biogas menjadi biometan. 

Uniknya, bahan baku ayakan molekular (molecular sieve) yang dipakai untuk pemurnian itu justru berasal dari cangkang sawit. Wow...!!!
   
Ringkasan hasil riset yang dikomandani oleh Dr. -Ing Teguh Arianto itu diberi judul; Karbon Nanopori (Nanoporous Carbon) dari Biomassa Kelapa Sawit untuk Pemurnian Biogas dan telah dibukukan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dua tahun lalu. 

Baca juga: Fastrex 6WD, Alternatif Angkutan di Kebun Sawit

BPDPKS juga yang mendanai riset itu melalui program Grant Riset Sawit 2020. 

Dalam ringkasan hasil riset itu, Teguh mengatakan bahwa produksi Crude Palm Oil (CPO) Indonesia lebih dari 40 juta ton per tahun. 

Produksi ini menghasilkan POME lebih dari 90 juta ton pertahun. Hanya saja, POME ini tidak serta merta bisa dikonversi ke listrik melalui generator lantaran kadar Metana (CH4) nya masih sangat rendah, masih sekitar 55%. 

Biar CH4 nya meningkat, musti dimurnikan dulu menjadi biometan (CH4 berkadar > 95%). Salah satu metoda yang dipakai untuk pemurnian ini adalah ayakan molekular (molecular sieve) tadi. 

Teguh dan kawan-kawan tidak buru-buru mencari bahan baku ayakan --- karbon nanopori (nanoporous carbon) --- dari luar negeri. Sebaliknya justru mencoba cangkang sawit yang ada di Pabrik Kelapa Sawit (PKS). 

Bahan baku ini sangat melimpah. Sebab dalam setiap 100 ton produksi CPO, bisa menghasilkan sekitar 20 ton cangkang sawit. 

Team ini memilih memanfaatkan sumber daya yang ada di pabrik (closed loop resources utilization) demi meningkat efisensi dan competitiveness PKS. 

Hasilnya, karbon cangkang sawit ternyata menghasilkan karakteristik pemisahan yang lebih baik ketimbang karbon CMS komersial dan Zeolite Molecular Sieve (ZMS) 13X.

Baca juga: Pakai Alat ini, Mengurusi Tanaman Sawit di Lahan Gambut Menjadi Lebih Mudah

Detailnya begini; oleh Teguh dan kawan-kawan, penelitian dilakukan dalam 2 tahapan. Tahap Pertama adalah pembuatan karbon nanopori dari cangkang kelapa sawit. Tahap Kedua adalah uji operasi pemisahan biogas menjadi biometan. Tahapan ini dilengkapi dengan pembuatan alat pemisah gas CO2/CH4. 

Kurva pemisahan dua komponen CO2/CH4 merupakan hasil utama yang didapatkan pada tahap ini. 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karbon nanopori dengan luas area 50-950 m2/g dihasilkan dari proses pirolisis cangkang sawit. 

Kondisi optimal dari karakteristik pori dan yield karbon adalah pada 800°C. Karbon memiliki morfologi yang baik dan memiliki konten abu sekitar 5%. 

Uji adsorpsi menunjukkan hasil positif dalam upaya pemisahan CO2 dari biogas karena perbedaan afinitas dan kapasitas adsorpsi yang tinggi antara CO2/CH4. 

Pada uji pemisahan dengan kolom pemisah baik uji menggunakan gas campuran CO2/CH4 di laboratorium dan biogas riil di lapangan (Laboratorium Penelitian Biogas Plant Gamping), hasil menunjukkan bahwa biogas dapat dimurnikan menjadi biometan (>95% CH4) dengan memanfaatkan karbon nanopori berbasis cangkang kelapa sawit. 

Uji pembanding menunjukkan material karbon dari cangkang sawit ini menghasilkan karakteristik pemisahan yang lebih baik dibanding karbon CMS komersial dan Zeolite Molecular Sieve (ZMS) 13X. 

Hasil yang menggembirakan ini sedang dilanjutkan pada fabrikasi alat pemisah (pressure swing adsorption) berdasarkan parameter-parameter desain yang telah diperoleh.