Berita / Nusantara /
Harga TBS Diperkirakan akan Terus Tertekan
Hasil panen petani sawit dilangsir keluar kebun. foto: MC Mukomuko
Bengkulu, elaeis.co - Kebijakan domestic market obgligation (DMO) yang dijalankan pemerintah dinilai sangat merugikan petani sawit. Sebab, ekspor minyak sawit mentah (CPO) jadi terbatas. Ekspor CPO yang tidak lancar berpotensi menyebabkan penyerapan tandan buah segar (TBS) sawit oleh pabrik terganggu.
"Kebijakan tersebut menyebabkan harga TBS kelapa sawit lambat naik," kata Wakil Ketua Kadin Bengkulu, Diarwin Komena, kemarin.
Kebijakan terbaru pemerintah yang menurunkan rasio volume ekspor CPO dari 1:8 menjadi 1:6 diperkirakan akan makin menghambat naiknya harga sawit. "Ekspor CPO menjadi semakin sedikit. Penurunan volume ekspor CPO Indonesia sejak tahun 2021 lalu akan berlanjut dan makin dalam pada awal tahun ini," tukasnya.
Menurutnya, pemerintah harusnya memaksimalkan ekspor CPO untuk menggairahkan industri sawit, bukan membatasinya. Jika ini terus dilakukan maka dikhawatirkan stok CPO di dalam negeri akan menumpuk.
"Kalau semua tangki CPO di pabrik penuh, alamat harga TBS kelapa sawit yang terancam," ujarnya.
Jika ingin menstabilkan pasokan minyak goreng pada Ramadan dan Idul Fitri tahun 2023, menurutnya, pemerintah cukup menyediakan stok CPO sesuai kebutuhan.
"Konsumsi minyak goreng di dalam negeri setiap tahun mudah memperkirakannya. Kalau dengan rasio 1:8 pasokan cukup, kenapa harus diturunkan jadi 1:6? Ini artinya pemerintah tidak optimal dalam mendukung ekspor CPO," tutupnya.







Komentar Via Facebook :