Berita / Bisnis /
Hakim Marah Lagi, Terdakwa Investasi Bodong Hilang dari Rutan Pekanbaru
Hakim Marah Lagi, Terdakwa Investasi Bodong Hilang dari Rutan Pekanbaru
Pekanbaru, Elaeis.co - Sidang lanjutan kasus investasi bodong Fikasa Group yang merugikan nasabahnya hingga Rp84,9 miliar kembali digelar Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru Senin (27/12). Sidang itu akhirnya ditunda lantaran salah satu terdakwa, Agung Salim justru tidak dapat dihadirkan dalam persidangan. Pekan lalu, Agung juga tak hadir dalam sidang dan membuat hakim marah.
Ternyata Agung sudah lama tidak berada di Rutan Klas I Sialang Bungkuk Pekanbaru dengan alasan sedang menjalani perawatan di salah satu rumah sakit. Fakta itu diketahui saat sidang secara virtual itu dilakukan.
Jaksa Penuntut Umum, Herlina menginformasikan kepada majelis hakim yang diketuai DR Dahlan Tarigan dalam sidang tersebut, bahwa Agung tidak hadir dalam sidang karena tidak berada dalam Rutan.
"Terdakwa tidak ada di rutan informasi yang kami dapat dirawat di salah satu rumah sakit. Karutan mengeluarkan satu tahanan tanpa ada persetujuan dari majelis hakim. Izin kita meminta pertimbangan majelis hakim untuk menghadirkan dokter pembanding untuk memeriksa terdakwa Agung Salim," kata Herlina kepada hakim ketua majelis Dahlan, yang juga Ketua Pengadilan Negeri Pekanbaru itu.
Dahlan kemudian merespon permohonan dari JPU tersebut. Ia mengatakan memang pihaknya menerima surat dari Kelapa Rutan Klas I Sialang Bungkuk Pekanbaru.
"Ditujukan kepada Ketua Pengadilan bahwa Agung Salim perlu pemeriksaan dan pengobatan dokter spesialis penyakit dalam," kata Dahlan membacakan surat tersebut.
Menurut Dahlan, surat tersebut keliru sebab tujukan kepadanya sebagai ketua pengadilan. Namun, lanjut Dahlan, Ketua Pengadilan tidak ikut campur tangan terhadap perkara tersebut.
"Saya ketua pengadilan namun saya ketua majelis. Jadi tentang terdakwa tidak ada di rutan itu di luar tanggung jawab majelis hakim karena tidak ada permohonan untuk pengobatan keluar," ujar Dahlan.
Menurut Dahlan, Kepala Rutan Pekanbaru melanggar peraturan yang ada. Dahlan juga merasa tak yakin dengan alasan Rutan yang menyebutkan Agung sakit, sehingga meminta agar jaksa mencari dokter selain dari rutan.
"Jadi prosedur hukum acaranya di langgar oleh rutan. Silahkan penuntut umum, karena eksekutor itu penuntut umum. Segala sesuatunya melalui penuntut umum dan sepengetahuan majelis hakim tidak boleh sembarangan seperti itu. Makanya saya perintahkan penuntut umum, cari dokter pembanding," jelasnya.
Dahlan meminta agar jaksa menelusuri kebenaran terkait keluarnya terdakwa Agung Salim tersebut. Menurutnya jika tidak benar dan ada kebohongan, maka Dahlan mempersilahkan jaksa agar mengambil langkah proses pidana.
"Siapa saja yang terlibat yang memberikan keterangan bohong silahkan proses pidana. Yang jelas pemberitahuan kepada majelis hakim tidak ada sama sekali, kayak hukum rimba sudah. Terdakwa dimana majelis hakim pun tak tahu," ketus Dahlan.
Dahlan juga menanyakan perihal tersebut kepada petugas rutan.
"Mana rutan? petugas rutan mana? Mana petugas rutannya silahkan, saya mau bicara, kalau perlu Karutannya disuruh berdiri. Mana?" tanya Dahlan.
Namun, saat menunggu petugas rutan hadir, Dahlan menyarankan agar jaksa menunjuk dokter pembanding yang bukan dari RSUD tempat Agung Salim dirawat.
"Ambil dokter di luar RSUD. Untuk dokter pembanding, kalau ada kebohongan proses pidana," tegasnya.
"Ini gak main-main, kayak perkara main-main, majelis hakim diolok-olok. Gak ada izin dari hakim bisa keluar pula dari tahanan, terus sekarang statusnya apa kalau keluar rutan dari rutan?" tanya Dahlan berapi-api.
"Apakah tahanan rutan lagi? Tak bisa kalau di rumah sakit namanya pembantaran. Mana bukti pembantaran dari hakim, mana permohonannya, gak ada," ketusnya lagi.
Dahlan kembali mengingatkan jaksa untuk memproses pidana jika terdapat kebohongan dalam proses perawatan terdakwa Agung Salim itu.
"Makanya silahkan penuntut umum proses kalau perlu dipidanakan, pidanakan perintah hakim kalau ada kebohongan di sini. Sama dokternya, selesaikan kalau dokter memberikan keterangan bohong di sini. Ini tanda tangan dokter kalau ada kebohongan pidanakan saja," tegasnya.
Dahlan kembali menanyakan petugas Rutan dalam sidang tersebut. Bahkan hingga berkali-kali ada salah satu petugas yang hadir menjawab pertanyaan majelis hakim.
"Terdakwa agung Salim mana?" tanya Dahlan.
"Sedang sakit pak," jawab petugas rutan.
"Mana izin terdakwa keluar, ada tidak, ada gak izin dari majelis hakim, ada?" tanya Dahlan.
"Ada pak," kata petugas.
"Mana siapa yang teken. Sekarang posisinya dimana Agung Salim," ucap Dahlan.
"Posisinya di rumah sakit," kata petugas
"Ada pembantarannya dari majelis hakim?, Gimana petugas rutan?" kata Dahlan.
Petugas rutan pun tidak menjawab pertanyaan tersebut. Suasana pun hening. Dahlan tampak menenangkan emosinya. Akhirnya sidang tersebut kembali ditunda pekan depan.
Sementara saat dikonfirmasi Kepala Rutan Sialang Bungkuk Pekabaru, Lukman menjelaskan pemberitahuan terkait terdakwa sakit itu sudah disampaikannya jauh-jauh hari sebelum menjalani sidang pertama.
"Kita sudah beritahukan bahwa terdakwa sakit jauh-jauh hari sebelum sidang pertama. Satu, itu datanya ada semua," kata Lukman.
Menurut Lukman, pemberitahuan kedua juga sudah pihaknya sampaikan terkait akan dilakukannya pemeriksaan ke rumah sakit. Karena keterbatasan alat yang dimiliki rutan. Lukman menyebutkan, dokter rumah sakit juga menyarankan untuk diperiksa di RSUD.
"Kemudian hari Rabu dilakukan pemeriksaan lab, kita juga sudah beritahukan kepada pihak terkait, termasuk pihak kejaksaan dan pengadilan. Suratnya sudah ada semua, semuanya lengkap," kata dia.
"Ketiga, Jumat atau Kamis malam kondisinya ngedrop, hari Jumat dokter periksa ulang lagi. Jumat siang menurut rekomendasi dokter kita, harus dibawa ke RSUD. Sebelumnya kita beritahukan kepada jaksa yang bersangkutan dan ketua pebgadilan negeri pekanbaru. Baik melalui surat dan via telpon, semua ada," tambahnya.
Usai dibawa ke RSUD, kata Lukman, pihak rumah sakit justru merekomendasikan agar terdakwa dirawat di rumah sakit.
"Nah ini juga sudah kita beritahukan. Jadi kita juga tidak tau kenapa kok marah-marah. Kok kemudian bilang jaksa tidak tahu," ucapnya.
Menurut Lukman, langkah yang diambil sudah berdasarkan hukum yakni PP no 58 tahun 1999 dimana dapat mengirim tahanan yang sakit serta wajib memberitahukan kepada instansi yang melakukan penahanan.
"Ini sudah kita lakukan secara prosedural. Jadi kita yakin mekanisme yang kita lakukan sudah sesuai," tandasnya.

Komentar Via Facebook :