https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Faktor Ini yang Bikin Biaya Operasional Petani Sawit di Sumut Meningkat di Juni 2024

Faktor Ini yang Bikin Biaya Operasional Petani Sawit di Sumut Meningkat di Juni 2024

Upah pemanenan juga turut mwndongkrak biaya operasional petani sawit di Sumut pada bulan Juni 2024. (Foto: ist)


Medan, elaeis.co - Pernyataan pihak Badan Pusat Statistik (BPS) terkait nasib petani kelapa sawit di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) pada Juni 2024 lalu sebenarnya cukup menggembirakan.

Kabar baik tersebut berdasarkan paparan Ahli Statistik Utama BPS Sumut, Misfaruddin, secara langsung dalam paparannya kepada media, baik secara berani maupun luring, belum lama ini.

Menurut Misfaruddin, pada Juni 2024, nilai tukar petani atau NTP Sumut tercatat sebesar 133,22 atau naik 0,83 persen dibandingkan dengan NTP Mei 2024, yaitu sebesar 132,12.

"Kenaikkan NTP Juni 2024 disebabkan oleh naiknya NTP tiga subsektor, yaitu NTP subsektor tanaman pangan sebesar 0,32 persen, NTP subsektor hortikultura sebesar 2,78 persen," ucap Misfaruddin.

Baca juga: Wah, Jadi Begini Nasib Petani Sawit di Sumut pada Juni 2024. Ini Kata Lembaga Berkompeten, Loh!

"Dan tak ketinggalan pula NTP subsektor tanaman perkebunan rakyat atau NTPR sebesar 1,06 persen, dibandingkan bulan Mei 2024 sebesar 100,23," tutur Misfaruddin menambahkan.

Namun demikian dari balik data peningkatan kesejahteraan yang dipaparkan BPS Sunut tersebut, ada pula sejumlah faktor yang membuat tingkat kesejahteraan petani kelapa sawit tidak maksimal.

Faktor-faktor tersebut bahkan membuat biaya operasional petani kelapa sawit semakin meningkat, sehingga berpotensi menekan tingkat keuntungan petani kelapa sawit.

Kata Misfaruddin, sepanjang Juni 2024, para petani di Sumut, termasuk petani kelapa sawit, menghadapi kenaikan indeks biaya produksi dan penambahan batang modal (BPPBM).

Baca juga: Harga TBS Dongkrak NTPR dan NTP Sumut pada April 2024

"BPPBM bulan Juni naik sebanyak 119,98 atau 0,15 persen dibandingkan bulan Mei sebelumnya," jelas Misfaruddin kemudian.

Kenaikan BPPBM tersebut, ujarnya, diturunkan oleh lima faktor, dan beberapa di antaranya pembiayaan dari subsektor kelapa sawit.

"Lima faktor itu adalah pengadaan bakalan sapi usia lebih dari 12 bulan, pakan jadi konsentrat, bibit kelapa sawit, upah pemanenan, dan upah membajak," kata Misfaruddin.

Nah, dari paparan Ahli Statistik Utama BPS Sumut, Misfaruddin, tersebut dapat mengungkap faktor-faktor yang membuat biaya operasional petani kelapa sawit di Sumut meningkat.

Baca juga: Harga TBS Naik, Begini Nasib NTP Sumut di Bulan Maret 2024

Yaitu biaya pengadaan bibit kelapa sawit, upah pemanenan, dan upah membajak atau kalau di perkebunan kelapa sawit disebut dengan proses land clearing, termasuk tumbang chipping.

Perlu diketahui, bisnis produk dan penangkaran bibit kelapa sawit yang legal dan berkualitas terus mengalami peningkatan seiring dilaksanakannya program peremajaan kelapa sawit rakyat (PSR) secara nasional sejak 2017 lalu.

Hal ini pula, disadari atau tidak, mendorong kesadaran petani sawit swadaya, termasuk di Provinsi Sumut, untuk melakukan peremajaan dan pembelian bibit sawit.

Kemudian, upah pekerja perkebunan di kebun kelapa sawit juga meningkat seiring dengan kenaikan harga tandan buah segar (TBS) beberapa waktu lalu.

Baca juga: Kali Ini, Sawit Enggak Ikut Dongkrak NTP Sumut pada Januari 2024

Kenaikan harga pembelian TBS petani pada tingkat buyer tersebut dipengaruhi oleh kenaikan harga jual minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), baik di pasar domestik maupun internasional.

Terakhir, upah pembajak atau proses pembebasan tanah meningkat, seiring dengan makin gencarnya pelaksanaan program PSR yang juga mampu mendorong proses peremajaan secara mandiri di tingkat petani swadaya yang tak terjangkau program PSR.

Biaya pembukaan lahan juga kemungkinan terjadi pada tingkat petani sawit yang membuka kebun baru.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :