Berita / Internasional /
Dokter Anti-Vaksin dari Kenya Meninggal Karena Covid-19
Dr Stephen Karanja dari Kenya yang menentang vaksin Covid-19. �Citizengo via BBC
Elaeis.co - Seorang dokter di Kenya, yang anti vaksin Covid-19, meninggal karena infeksi virus corona, beberapa pekan setelah mengatakan vaksinasi “benar-benar tidak perlu”.
Dr Stephen Karanja, ketua Asosiasi Dokter Katolik Kenya, menganjurkan penghirupan uap dan pil hydroxychloroquine. Dia bertentangan dengan gereja Katolik terkait keamanan vaksin Covid-19.
Otoritas kesehatan dan WHO membantah klaimnya.
“(Vaksin) sedang didistribusikan di Kenya, telah dikaji dan dipastikan aman tidak hanya oleh proses teliti WHO tapi juga oleh beberapa otoritas regulator yang ketat,” jelas WHO pada Maret lalu, seperti dikutip dari BBC, Minggu (2/5).
Konferensi Keuskupan Katolik Kenya juga tidak sependapat dengan pandangan Dr Karanja terkait vaksin Covid-19, mengatakan vaksin “sah dan dapat diterima secara etika.”
Kenya menerima lebih dari 1 juta dosis vaksin dari inisiatif global Covax, di mana sebagian besar telah disuntikkan kepada masyarakat. Negara ini mengonfirmasi lebih dari 160.000 kasus dan 2.707 kematian. Pada Maret, pemerintah menerapkan penguncian di lima wilayah setelah lonjakan infeksi baru.
Dalam sebuah surat tertanggal 3 Maret, Dr Karanja mengatakan “ada obat-obatan yang digunakan kembali dan efektif untuk mengobat Covid-19”. Dia juga menambahkan, “kami juga tahu bahwa vaksinasi untuk penyakit ini benar-benar tidak perlu.” Dikutip merdeka.com
Dia mendatangi forum berbeda untuk mendorong pengobatan alternatif, termasuk penghirupan uap dan sejumlah obat termasuk hydroxychloroquine dan Ivermectin, yang tidak disetujui penggunaannya oleh WHO untuk mengobati Covid-19.
Dr Karanja, yang merupakan dokter kandungan ini, meninggal pada Kamis, sepekan setelah dirawat di rumah sakit karena mengalami komplikasi akibat infeksi Covid-19.
Sebelum bertentangan dengan gereja Katolik di Kenya terkait keamanan dan kemanjuran vaksin Covid-19, Dr Karanja kerap berkoalisi dengan para pemimpin agama menentang kampanye vaksinasi massal.
Pada 2019, dia memimpin perlawanan terhadap vaksinasi kanker serviks untuk para siswi, mengatakan vaksinasi untuk Human Papilloma Virus (HPV) itu tidak perlu karena itu hanya untuk mereka yang gaya hidupnya melakukan seks bebas.
Pada 2014, asosiasinya menentang vaksinasi tetanus yang dilaksanakan pemerintah untuk perempuan, mengklaim itu merupakan kampanye sterilisasi, walaupun otoritas kesehatan lokal, WHO, dan UNICEF mengatakan vaksin itu aman.
Dia juga pendukung anti aborsi terdepan dan muncul di pengadilan pada 2018 sebagai saksi ahli dalam kasus di mana pemerintah digugat untuk menarik pedoman aborsi. Pengadilan tinggi memutuskan keputusan pemerintah melanggar hukum dan tidak sah.

Komentar Via Facebook :