https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Dapat Laporan Konflik Agraria di Riau, Komisi II DPR RI Minta ATR/BPN Segera Bertindak

Dapat Laporan Konflik Agraria di Riau, Komisi II DPR RI Minta ATR/BPN Segera Bertindak

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf memimpin RDP untuk mendengarkan pengaduan DPP Lemtari dan MKMTI. Foto: Munchen/vel


Jakarta, elaeis.co – Komisi II DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk mendengarkan pengaduan masyarakat terkait permasalahan pertanahan dari Lembaga Tinggi Masyarakat Adat Indonesia (DPP Lemtari) dan Masyarakat Korban Mafia Tanah Indonesia (MKMTI). Dalam RDP ini, Komisi II meminta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) merespon laporan para korban.

“Kesimpulan RDP ini, Komisi II DPR RI meminta agar pengaduan permasalahan yang disampaikan LEMTARI dan MKMTI segera ditindaklanjuti,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf dalam keterangan resmi Setjen DPR RI dikutip elaeis.co Ahad (26/1).

Dalam RDP tersebut, LEMTARI dan MKMTI menyampaikan berbagai aspirasi diantaranya konflik agraria di Provinsi Riau khususnya pada sektor perkebunan kelapa sawit. Juru Bicara DPP Lemtari, H Nasaruddin mengatakan, konflik agraria berupa kasus tumpang tindih sertifikat, praktik mafia tanah, serta sengketa lahan yang berada dalam kawasan hutan di Riau telah menjadi persoalan nasional yang melibatkan masyarakat adat, perusahaan, dan pemerintah.

Disebutkannya, dari total 4 juta hektar lahan sawit di Riau, hanya 1,8 juta hektar yang memiliki izin resmi. Sebanyak 1,8 juta hektar lahan sawit berada di kawasan hutan, termasuk Taman Nasional Tesso Nilo. 300 ribu hektar lainnya berada di Area Penggunaan Lain (APL) namun digarap perusahaan tanpa alas hak guna usaha (HGU). Salah satunya adalah perkebunan sawit milik PT PSPI seluas 2.823,52 hektare 

Pada kesempatan itu dia juga mengusulkan dilakukan penegakan terhadap rekomendasi Pansus DPRD Riau tentang pengembalian lahan di luar HGU kepada negara dan mendistribusikannya kepada masyarakat melalui lembaga adat atau koperasi masyarakat setempat. “Selain itu, kita harus memastikan kewajiban kemitraan 20 persen untuk masyarakat dari total luas izin yang dimiliki perusahaan benar-benar dijalankan,” tukasnya.

"Kami berharap presiden dan DPR RI segera membentuk badan khusus untuk menangani masalah sawit dan agraria. Ini bukan hanya soal lahan, tetapi juga keadilan bagi masyarakat adat dan keberlanjutan bangsa,” tambahnya.

Komisi II DPR RI lantas meminta LEMTARI dan MKMTI untuk melengkapi dokumen serta bukti permasalahan yang diajukan. Selain itu, Kementerian ATR/BPN diminta melakukan pendataan terhadap masalah tumpang tindih sertifikat dan perkebunan sawit yang belum memenuhi kelengkapan izin. Komisi II juga menginstruksikan agar seluruh perusahaan sawit yang belum memiliki HGU segera melakukan pendaftaran.

“Untuk menindaklanjuti ini, kami akan membentuk tim advokasi yang terdiri dari anggota Komisi II, tenaga ahli, dan pimpinan untuk secara berkala mereview isu-isu pertanahan yang masuk,” tutup Dede.


 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :