https://www.elaeis.co

Berita / Pojok /

Alarm Krisis EUDR: Menyelamatkan Petani Kecil dari Ancaman Multidimensi

Alarm Krisis EUDR: Menyelamatkan Petani Kecil dari Ancaman Multidimensi

Hasil panen kebun kelapa sawit masyarakat di kawasan Subulussalam Provinsi Aceh. foto: aziz


Oleh: Sudarsono Soedomo*)

Peraturan Anti Deforestasi Uni Eropa (EUDR) bukanlah sekadar isu birokrasi perdagangan baru; ia adalah ancaman nyata yang berpotensi mengguncang fondasi ekonomi Indonesia. 

Mulai akhir 2024, produk-produk strategis kita ---minyak sawit, kopi, kakao, dan karet --- terancam ditolak mentah-mentah di pasar Eropa. 

Syaratnya berat: harus terbukti bebas deforestasi setelah 31 Desember 2020, dengan ketertelusuran yang presisi hingga ke titik koordinat lahan produksi.

Masalahnya, jutaan petani kecil Indonesia, tulang punggung produksi komoditas, kesulitan memenuhi syarat teknis ini. 

Rantai pasokan yang kompleks membuat verifikasi satu per satu nyaris mustahil dalam waktu singkat. Kegagalan merespons akan memicu krisis multidimensi.

Efek domino dari penolakan EUDR sangat menakutkan. Secara ekonomi, hilangnya pasar Eropa akan menyebabkan kelebihan pasokan domestik, menekan harga komoditas hingga anjlok. 

Baca juga: Nasionalisasi Akal Sehat

Petani kecil akan menderita kerugian pendapatan yang signifikan, mendorong mereka ke jurang kemiskinan.

Secara sosial, keputusasaan ekonomi dapat memicu konflik di tingkat akar rumput dan PHK massal di industri terkait. 

Secara politik, kegagalan pemerintah dalam melindungi mata pencaharian rakyat akan menggerus kepercayaan publik, menjadi katalisator bagi ketidakstabilan dan kritik tajam terhadap legitimasi pemerintahan.

Pemerintah harus bergerak cepat. Solusi negosiasi diplomatik saja tidak cukup; diperlukan solusi teknis yang pragmatis dan efisien.

Salah satu jalan keluar cerdas adalah mengadopsi Pendekatan Yurisdiksi Berkelanjutan (Sustainable Jurisdictional Approach). 

Daripada memverifikasi jutaan petani satu per satu ---sebuah tugas Sisifus --- pendekatan ini menggeser fokus kepatuhan ke level administratif: Kabupaten.

Prinsipnya simpel: Jika sebuah kabupaten dapat membuktikan bahwa seluruh wilayahnya patuh pada kriteria bebas deforestasi dan legalitas yang disepakati, maka semua komoditas dari kabupaten tersebut otomatis dapat diterima di pasar Eropa.

Keuntungan pendekatan ini:
Skalabilitas: Memangkas birokrasi verifikasi individual yang rumit.
Efisiensi: Mendorong pemerintah daerah untuk memperbaiki tata kelola lahan secara kolektif dan transparan.
Inklusivitas: Melindungi petani kecil secara kolektif di bawah payung sertifikasi wilayah, memastikan mereka tidak terdiskriminasi dari pasar global.

Risiko sosial, ekonomi, dan politik akibat kegagalan merespons EUDR adalah nyata. Ini bukan lagi soal perdebatan ilmiah, tapi soal keberlangsungan hidup jutaan rakyat. 

Pendekatan yurisdiksi berkelanjutan menawarkan solusi yang cerdas dan adil. Pemerintah memiliki waktu yang sempit untuk mengambil langkah tegas, mengamankan akses pasar, dan mencegah potensi krisis nasional. 

Selanjutnya, pembenahan tata kelola perkebunan komoditas strategis terus tetap dilakukan.

*)Guru Besar Kebijakan Kehutanan, IPB University

 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :