https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Aktivis Tani Thawaf Aly Dikriminalisasi, Mahasiswa Bersama Petani Serukan Tangkap Sucipto Mafia Tanah

Aktivis Tani Thawaf Aly Dikriminalisasi, Mahasiswa Bersama Petani Serukan Tangkap Sucipto Mafia Tanah

Azhari, Kuasa Hukum Thawaf Aly saat menjadi pembicara dalam diskusi Mahasiswa Merah, Foto :Dok.Elaeis


Jambi,elaeis.co - Kriminalisasi terhadap petani di Jambi oleh aparat penegak hukum dan mafia lagi-lagi terulang. Tak jauh beda dengan kasus-kasus lahan lain, yang kerap menjadi korban adalah rakyat kecil.

Ya, baru-baru ini seorang aktivis tani senior dari Persatuan Petani Jambi (PPJ) yang dengan rekam jejaknya sebagai membantu masyarakat dalam pemenuhan hak hidup atas tanahnya ditangkap paksa oleh penyidik Polda Jambi Subdit III Jatanras.

Adapun dalil penangkapan yang dilakukan pada Senin, (29/9) lalu ini adalah untuk diperiksa sebagai saksi dalam tuduhan pencurian buah sawit dikawasan hutan di  Desa Merbau, Kecamatan Mendahara, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi, dengan pemberatan pasal 363 ayat 1 ke 4 KUHPidana.

Penangkapan ini, dilakukan setelah dilakukan pula penangkapan terhadap 3 orang petani lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di rutan Mapolda Jambi.

Kuasa hukum Thawaf Aly, Azhari mengungkapkan bahwa penangkapan ini sangat diluar logika. Mengingat hingga hari ini tidak ada bukti kuat yang dimiliki oleh penyidik untuk melakukan penangkapan.

"Ini menurut kami hanyalah skenario konflik dari sengketa lahan yang sebenarnya terjadi dan sudah berlangsung lama antara salah satu pengusaha sawit asal Medan bernama Sucipto Yudodiharjo dengan petani Merbau yang turut dikomandoi Thawaf Aly," ungkap Azhari saat ia diundang menjadi pembicara pada diskusi Mahasiswa Merah di Mendalo Indah, Muaro Jambi pada Minggu,(19/10) malam.

Pada diskusi dengan tema "Mafia Tanah dan Kriminalisasi Petani di Jambi" yang dihadiri puluhan mahasiswa dan beberapa petani tersebut, Azhari menegaskan bahwasanya dalam proses hukum sejak awal penangkapan sangat sarat kriminalisasi. Dan ia sangat menyesalkan hal tersebut terjadi pada seorang petani yang juga berjuang bersama petani lainnya melawan korporasi yang terus menindas.

"Sangat disayangkan hal tersebut terjadi pada rakyat kecil, disisi lain Sucipto Yudodiharjo yang sebenarnya sudah terbukti jelas memerintah tiga orang anak buahnya untuk melakukan pencurian buah kelapa sawit di kawasan hutan malah enak-enak saja sampai sekarang," tuturnya.

Padahal, lanjut Azhari tiga orang anak buah Sucipto itu tertangkap tangan oleh 6 personil polisi hutan sedang melakukan pemanenan pada Rabu, (5/2) sekitar pukul 13.00 WIB.

"Pada waktu itu, Polhut berhasil mengamankan sekitar 2 ton buah sawit yang diangkut menggunakan mobil Type strada," ungkapnya.

"Ada juga saksi mata yang melihat kejadian itu, akan tetapi bisa lolos sampai hari ini," katanya.

Kasus ini menurutnya merupakan salah satu wujud nyata bahwasanya Provinsi Jambi saat ini berada pada konflik agraria yang kritis.

Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Agus yang juga merupakan kuasa hukum Thawaf Aly mengatakan ini adalah tindak tanduk mafia tanah yang dengan sedemikian rupa melakukan rekayasa hukum melalui uang dan relasi yang dimilikinya.

"Memang harus kita akui penegakan hukum terhadap mafia tanah seperti Sucipto ini sangat lemah, akan tetapi terhadap petani kecil seperti Thawaf Aly itu berlangsung secepat kilat," ungkapnya.

Dalam proses mengawal kasus Thawaf Aly ini, Agus mengaku ia bersama Azhari dan rekan-rekan lainnya telah menempuh praperadilan terhadap Polda Jambi.

"Praperadilan ini sudah berjalan pada Rabu, (15/10) lalu, dengan termohon Ditreskrimum Polda Jambi," tuturnya.

Pada praperadilan ini Kuasa Hukum Thawaf Aly mengatakan bahwa kasus penahanan dan penetapan terhadap Tawaf Aly yang disangkakan dalam kasus tindak pidana pencurian oleh penyidik Dirreskrimum Polda Jambi, selaku termohon tidak sah dan batal demi hukum.

Karena penyidik berpedoman pada laporan sepihak dan tidak didasarkan pada bukti permulaan yang cukup serta menggunakan alas hak yang cacat (Sporadik 2013).

Selain itu penangkapan dan penahanan pemohon juga tidak sah dan cacat batal demi hukum, Karena surat perintah penahanan tidak ditanda tangani oleh pemohon atau keluarganya.

Atas dasar dasar tersebut pemohon berharap pada majelis hakim untuk mengabulkan dan memerintah termohon untuk membebaskan pemohon dari tahanan sejak putusan dibacakan.

Dalam sedikit penuturannya, konflik antara Sucipto dan Thawaf Aly bermula pasca Sucipto menyadari tanah seluas 50 hektar yang pernah dibelinya itu dari seorang bernama H.Gadas masuk dalam area kawasan hutan dan areal konsesi PT Wirakarya Sakti (WKS).

Agar dirinya tidak terjebak konflik dihari yang akan datang, Sucipto yang merupakan pengusaha Asal Medan ini pada Tahun 2016 memberikan tanah seluas 50 hektar tersebut kepada Pemerintah Desa Merbau yang pada saat itu dipimpin oleh Dulah dan kemudian desa memberikan hak kelola tanah tersebut kepada kelompok tani Maju Bersama yang di nahkodai Thawaf Aly.

"Hal itu dilakukan Sucipto supaya tidak kena denda dan sebagainya,"ungkap Agus.

Akan tetapi, Thawaf Aly dengan ilmu agraria yang dimilikinya menyadari tanah tersebut berada dikawasan hutan dan terus melakukan koordinasi dengan Dinas Kehutanan dan pemilik izin konsesi PT WKS supaya lahan tersebut dikeluarkan dari kawasan hutan.

Tahun 2021 keluarlah lahan tersebut dari kawasan hutan menjadi Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 33 hektar dengan 15 hektar masih kawasan hutan. Karena perubahan status tersebut, tanah tersebut perlahan kembali kedesa. 

"Nah, dalam proses pengurusan kepemilikan disertai koordinasi ke instansi yang terkait, disitulah Thawaf Aly dituduh Sucipto sebagai pencuri," ungkapnya. 

Dia menjelaskan, tiga anak buah Sucipto tertangkap tangan melakukan pencurian diareal seluas 15 hektar tersebut, akan tetapi hingga hari ini tidak dilakukan penahanan terhadap Sucipto sebagai orang yang memerintahkan. 

"Sudah dua kali diundang wawancara oleh Dinas Kehutanan akan tetapi dia mangkir,"

Ia juga menuduh kasus pencurian sawit oleh anak buah Sucipto ini sarat permainan, seolah-olah Sucipto sudah "berkawan baik" dengan penyidik.

Bagaimana tidak? Saat Agus ingin mengetahui perkembangan kasus pencurian yang fatal tersebut dengan meminta SP2HP kepada penyidik malah yang termaktub disana bukan soal pencurian tetapi soal lahan yang kini dikuasai oleh Satgas PKH.

Kemudian, Vikri atau yang kerap dipanggil Bebeng selaku Menko Gerakan BEM Universitas Jambi menanggapi bahwa mahasiswa tak akan tinggal diam.

"Kami akan melakukan eskalasi perlawanan kepada Sucipto dan pihak-pihak yang melakukan kriminalisasi terhadap Thawaf Aly," ungkap Bebeng yang juga inisiator Mahasiswa Merah.

Lebih lanjut, dalam waktu dekat pihaknya akan menggelar unjuk rasa besar-besaran sebagai alarm pengingat kepada Polda Jambi dan Sucipto bahwa mahasiswa dan rakyat akan terus mengawal dan berpihak pada kebenaran.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :