https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

241 Konflik Agraria Terjadi Sepanjang 2023, Perkebunan Sawit Jawaranya

241 Konflik Agraria Terjadi Sepanjang 2023, Perkebunan Sawit Jawaranya

Polisi mengamankan aksi pendudukan lahan sawit di Bengkulu. foto: dok.


Jakarta, elaeis.co -  Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat 241 konflik agraria terjadi sepanjang 2023. Angka ini meningkat 12% dari tahun sebelumnya yang mencapai 212 kasus.

Saat peluncuran Laporan Tahunan KPA tahun 2023, Sekretaris Jenderal KPA Dewi Sartika menyebutkan, konflik agraria sepanjang 2023 melibatkan 135.608 kepala keluarga (KK) yang tersebar di 346 desa/kampung/kota. Luas lahan yang disengketakan mencapai 638.188 hektare.

"Konflik agraria tertinggi terjadi di sektor perkebunan dan agribisnis. Ini selalu terjadi selama 10 tahun terakhir,” katanya dalam keterangan resmi dikutip Kamis (18/1).

KPA mencata konflik di area perkebunan mencapai 108 kejadian dengan lahan seluas 124.545 hektare.  Jumlah korban terdampak mencapai 37.553 KK. "Kuantitasnya meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2022 yang tercatat sebanyak 99 konflik," sebutnya.

Jika diurai lebih spesifik, untuk sektor perkebunan, konflik terbanyak terjadi di lahan kelapa sawit. "Terjadi 88 konflik di kebun sawit pada 2023 dengan luas area terdampak mencapai 103.133 hektare," bebernya.

Dia menambahkan, konflik agraria dominan terjadi antara masyarakat dengan perusahaan swasta. Jumlahnya mencapai 88 konflik dengan luas lahan sengketa 102.943 hektare dan 29.775 korban. Angka tersebut jauh di atas konflik agraria di area perkebunan milik PTPN yang hanya 20 konflik dengan luas lahan 21.602 hektare dan melibatkan 7.778 korban.

Dia menekankan bahwa konflik agraria di sektor perkebunan tidak terlepas dari kebijakan pemberian izin oleh pemerintah. "Di bisnis sawit memang ada PR cukup berat terkait kebijakan alokasi tanah untuk ekspansi yang terus meluas dan mendapat perlakuan khusus," tukasnya.

Selain konflik agraria, pengembangan perkebunan di Indonesia juga sarat kekerasan, kriminalisasi, dan pelanggaran hak asasi manusia. 

KPA mencatat kriminalisasi oleh perusahaan perkebunan terjadi pada 252 orang. Selain itu, tindakan represif menyebabkan 52 orang mengalami penganiayaan, dua orang tertembak, dan 3 orang meninggal dunia. 

“Data ini cukup mencerminkan bagaimana krisis agraria yang terus menerus terjadi di industri perkebunan, utamanya bisnis sawit dan telah melahirkan korban-korban kekerasan serta hilangnya nyawa,” sesalnya.

Selain perkebunan, konflik agraria juga terjadi di sektor pembangunan properti ( 44 kasus), pertambangan (35 kasus), proyek infrastruktur (30 kasus), kehutanan (17 kasus), konflik di pesisir dan pulau kecil (5 kasus), dan pembangunan fasilitas militer (5 kasus).
 

Komentar Via Facebook :