https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Yeka Ombudsman: Sawit Banyak Masalah, Tumpang Tindih Lahan dan Perizinan Amburadul

Yeka Ombudsman: Sawit Banyak Masalah, Tumpang Tindih Lahan dan Perizinan Amburadul

Ilustrasi - dok.elaeis


Jakarta, elaeis.co - Industri kelapa sawit Indonesia masih menghadapi berbagai masalah serius yang berpotensi menimbulkan kerugian negara hingga Rp279 triliun. 

Hal ini diungkapkan oleh Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Yeka Hendra Fatika, dalam peluncuran buku Sawit: Antara Emas Hijau dan Duri Pengelolaan, Kamis (23/10) di Jakarta. 

Kajian mendalam Ombudsman yang melibatkan 52 institusi dan ratusan dokumen selama enam bulan penelitian menyoroti tumpang tindih lahan, perizinan amburadul, dan sertifikasi yang belum merata sebagai penyebab utama kerugian tersebut.

Yeka menegaskan bahwa persoalan paling krusial ada pada lahan sawit yang berada di kawasan hutan. Data pemerintah menunjukkan sekitar 3,2 juta hektar sawit berada di kawasan hutan, menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pengusaha dan pemerintah. 

Selain konflik lahan, perizinan yang tidak jelas dan sertifikasi yang minim semakin melemahkan tata kelola industri. Hingga 2023, hanya sebagian kecil perkebunan rakyat yang memiliki sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), padahal standar ini menjadi syarat penting untuk menjaga akses pasar internasional.

Kerugian negara yang mencapai Rp279 triliun muncul dari kombinasi hilangnya potensi pendapatan pajak, denda administratif, serta biaya penyelesaian sengketa lahan. 

Dampaknya terasa pada APBN, karena pemerintah harus menanggung biaya pengawasan, subsidi, dan penanganan konflik yang timbul akibat tata kelola sawit yang belum optimal.

Ombudsman RI merekomendasikan pembentukan Badan Sawit Nasional untuk mengintegrasikan fungsi 15 lembaga terkait sawit di tingkat pusat dan daerah, sekaligus membangun Data Tunggal Sawit Nasional. 

Dengan sistem data terpadu, tumpang tindih lahan bisa diklarifikasi, perizinan disederhanakan, dan sertifikasi perkebunan rakyat diperluas, sehingga potensi kerugian negara dapat diminimalkan.

Peluncuran buku ini mendapat sambutan positif dari berbagai pihak, termasuk praktisi perkebunan dan pengamat lingkungan. 

Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), Tungkot Sipayung, menilai karya ini sebagai rujukan penting untuk perbaikan tata kelola sawit nasional. 

Sementara itu, pengamat kehutanan dan lingkungan menyoroti buku ini sebagai bukti keseriusan Ombudsman membuka ruang diskusi jujur mengenai konflik agraria dan persoalan keberlanjutan.

Dengan data dan rekomendasi yang jelas, pemerintah diharapkan mampu menata kembali industri sawit, meningkatkan kepatuhan regulasi, dan mendorong keberlanjutan. 

Langkah ini tidak hanya akan menekan kerugian negara, tetapi juga memperkuat daya saing sawit Indonesia di pasar global.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :