Berita / Nasional /
WWF Indonesia Ajak Industri Hotel dan Restoran Pakai Produk Sawit CSPO
Sesi diskusi antara WWF Indonesia dengan para pengurus dan anggota PHRI DKI Jakarta. foto: WWF Indonesia
Jakarta, elaeis.co - Indonesia merupakan negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia sekaligus negara konsumen kelapa sawit terbesar di dunia. Namun, tingkat konsumsi produk berbasis minyak kelapa sawit berkelanjutan atau certified sustainable palm oil (CSPO) di Indonesia terbilang masih rendah.
Sebagai contoh pada tahun 2019 perkiraan serapan CSPO tersertifikasi roundtable sustainable palm oil (RSPO) di Indonesia hanya sebesar 2% dari konsumsi domestik (total konsumsi domestik sekitar 18 juta ton CPO). Jauh di bawah Malaysia yang penyerapannya berkisar di persentase 9-10% dari konsumsi domestik. Malaysia sendiri adalah negara kedua terbesar produsen kelapa sawit.
Di sisi lain, bagi konsumen Indonesia, penggunaan atau pembelian produk berbasis CSPO—terutama di kota-kota besar—dinilai bukan sebagai hal yang memberatkan. Melalui survei konsumen yang dilakukan oleh WWF-Indonesia di kota-kota besar di Indonesia pada tahun 2017 dan 2020 menunjukkan cukup tingginya minat konsumen untuk beralih menggunakan produk berbasis CSPO.
Pada tahun 2017, sebanyak 63% responden bersedia menggunakan/membeli produk ramah lingkungan (seperti CSPO) walaupun harganya lebih mahal. Lalu pada survei konsumen tahun 2020 di kota-kota yang sama menunjukkan peningkatan yang signifikan, di mana sebanyak 82% responden bersedia beralih konsumsi ke produk-produk yang berbasis CSPO.
"Responden juga bersedia membayar kenaikan harga antara Rp 1.200 hingga Rp 6.700 untuk produk-produk yang menggunakan minyak sawit berkelanjutan. Tetapi, yang menjadi perhatian selanjutnya adalah minimnya informasi mengenai di mana konsumen bisa mendapatkan produk komoditas berkelanjutan (CSPO), dan apa saja merek yang telah menggunakan produk berbasis CSPO," jelas Direktur Climate and Market Transformation WWF-Indonesia, Irfan Bakhtiar, dalam keterangan resminya.
Dilatarbelakangi hal itu, Direktorat Climate & Market Transformation Program WWF-Indonesia, baru-baru ini menyelenggarakan awareness event dengan tema “Mendorong Konsumsi dan Produksi Kelapa Sawit Berkelanjutan di Tingkat Hilir” untuk merangsang peran aktif salah satu sektor hilir sawit, yakni Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta.
WWF-Indonesia menilai PHRI cukup penting untuk dilibatkan dalam inisiatif ini, dimulai dari BPD PHRI DKI Jakarta yang merupakan tolak ukur PHRI nasional. Selain melakukan sosialisasi, pada acara ini juga dilakukan diskusi mengenai pengadaan ataupun penggunaan komoditas yang berkelanjutan khususnya di lingkup hotel.
Irfan menjelaskan, komitmen untuk mengurangi laju perubahan iklim sudah seharusnya menjadi tanggung jawab dari semua pihak, baik pemerintah, Non-Governmental Organization (NGO), sektor finansial, industri hulu dan hilir, pelaku usaha, dan juga masyarakat. "WWF-Indonesia turut membantu dengan mendorong meningkatkan konsumsi dan produksi minyak sawit berkelanjutan," jelasnya.
Angga Prathama Putra, selaku Sustainable Palm Oil Project Leader WWF-Indonesia menambahkan, pihaknya selama ini telah melakukan berbagai intervensi pada rantai pasok industri kelapa sawit berkelanjutan di Indonesia baik pada level hulu maupun hilir. Level hulu industri kelapa sawit (upstream level) merupakan sisi produksi dan distribusi kelapa sawit, di mana di dalamnya termasuk dukungan kepada petani sawit, sertifikasi dan standar, dan pendekatan lanskap atau yurisdiksi.
“Kegiatan-kegiatan tersebut seperti melakukan pendampingan bagi para petani sawit agar dapat comply dengan skema sertifikasi sustainability, mendorong institusi finansial untuk melakukan pembiayaan berkelanjutan salah satunya dengan melakukan pembiayaan dengan syarat non-deforestasi untuk pelaku usaha yang ingin mengajukan pinjaman ke bank, serta transparansi rantai pasok dengan kantor nasional WWF di berbagai negara untuk konsumsi CSPO,” paparnya.
Pada level hilir WWF-Indonesia juga melakukan engagement dan kegiatan awareness untuk berkolaborasi dengan para pelaku usaha maupun asosiasi bisnis untuk konsumsi dan pengadaan CSPO.
Untuk melaksanakan kegiatan di sektor hilir, WWF Internasional memiliki Palm Oil Buyer Scorecard (POBS) dan WWF Indonesia baru-baru ini pada awal Mei 2023 menerbitkan Sustainable Downstream Industry Assessment (SIDIA). SIDIA merupakan alat penilaian pengadaan berkelanjutan untuk perusahaan di sektor hilir sebagai industri pengguna.
Dalam penilaiannya, tidak hanya penggunaan produk kelapa sawit oleh perusahaan saja yang dinilai, tetapi juga penggunaan komoditas kayu dan kertas, makanan laut, serta plastik dan energi dalam produk atau layanan mereka. "SIDIA diharapkan dapat menjadi referensi bagi para pelaku industri hilir dalam pengambilan kebijakan dan perumusan langkah-langkah untuk mewujudkan industri yang bertanggung jawab dan ramah lingkungan," sambungnya.
Diakuinya, PHRI DKI Jakarta akan menghadapi tantangan jika bergabung dalam inisiatif kolaborasi bersama WWF-Indonesia. Beberapa tantangan tersebut diantaranya adalah minimnya perusahaan pemasok produk CSPO, stigma buruk mengenai kelapa sawit yang selama ini beredar di masyarakat, dan adanya selisih atau perbedaan harga antara produk komoditas berkelanjutan dengan produk konvensional. Terlepas dari tantangan tersebut, ada peluang bagi PHRI DKI Jakarta untuk menjadi salah satu pionir dalam inisiatif ini mengingat kesadaran dari konsumen/masyarakat umum sudah tinggi berdasarkan studi-studi yang telah dilaksanakan oleh WWF-Indonesia pada tahun-tahun sebelumnya. Dengan keikutsertaan anggota PHRI DKI Jakarta dalam inisiatif ini, maka penggunaan minyak goreng, margarin, hotel amenities, dan lain-lain yang ter-CSPO akan meningkat mengingat hotel dan restoran adalah dua jenis industri yang cukup banyak menggunakan produk-produk turunan kelapa sawit tersebut.
Sutrisno Iwantono selaku Ketua DPD PHRI DKI Jakarta, menyampaikan bahwa PHRI DKI Jakarta yang saat ini beranggotakan 700 hotel maupun restoran memiliki permasalahan yang terkait dengan lingkungan. Untuk itu PHRI DKI Jakarta selalu menyarankan kepada para anggotanya untuk menerapkan prinsip sustainability dan memperhatikan sampah yang dihasilkan dari aktivitis masing-masing. "Sebagai contoh langkah yang dilakukan adalah mengurangi penggunaan plastik dan melakukan pengelolaan food waste yang tepat guna pada kegiatan operasional sehari-hari," sebutnya.
Dia melanjutkan, permintaan dari negara maju dalam dalam isu perdagangan global yang memperhatikan masalah sustainability seharusnya dapat memperhatikan kondisi perekonomian negara berkembang. "Sehingga diharapkan pada negara berkembang, para pelaku usaha tetap bisa mendapatkan pendapatan yang sebanding selagi menjalankan kebijakan yang terkait dengan sustainability," ujarnya.
Priyanto, selaku Sekretaris PHRI DKI Jakarta, mengingatkan bahwa penggunaan komoditas berkelanjutan cenderung relatif baru baik bagi pelaku usaha maupun bagi konsumen. Dia menyarankan ke depannya kegiatan edukasi baik bagi industri perhotelan maupun bagi konsumen perlu dilakukan secara bersamaan.
"Sehingga para pelaku usaha di level hilir seperti hotel dan restoran dapat mengetahui dan mengakses para produsen/pemasok produk-produk CSPO di Indonesia. Sementara di sisi konsumen juga tahu brand apa saja yang sudah menggunakan CSPO dan dapat mengakses dengan mudah. Jangan sampai kesadaran yang semakin meningkat dari sisi pelaku usaha maupun konsumen akhir (masyarakat) tidak berbanding lurus dengan kemudahan akan akses mendapatkan produk-produk CSPO tersebut," pungkasnya.







Komentar Via Facebook :