https://www.elaeis.co

Berita / Bisnis /

Wayan Supadno: Kuncinya, Keluarkan Dulu Yang 7,2 Juta Ton Itu!

Wayan Supadno: Kuncinya, Keluarkan Dulu Yang 7,2 Juta Ton Itu!

Anggota Dewan Pakar DPP Apkasindo, Wayan Supadno. foto: aziz


Jakarta, elaeis.co - Walau sudah empat hari aturan main Pungutan Ekspor (PE) dicabut, ternyata belum bisa  membikin Wayan Supadno sumringah, termasuk jutaan petani kelapa sawit yang ada dari Sabang sampai Merauke. 

Sebab dihapusnya PE yang berbanderol USD200 perton CPO tadi ternyata cuma bisa mendongkrak harga Tandan Buah Segar (TBS) petani, Rp50, tak seperti perkiraan Wayan; harga TBS petani bisa naik Rp600 perkilogram.

"Pun kalau naik Rp600, dengan catatan rendemen TBS 20%, toh belum bisa menutupi Harga Pokok Produksi (HPP) petani yang saat ini sudah di angka Rp1800. Nah, ini naiknya masih di angka Rp50 tadi. Masih jauh," hitung lelaki 55 tahun ini. 
  
Anggota Dewan Pakar Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPP-Apkasindo) ini kemudian menyodorkan analisanya kenapa kenaikan harga TBS masih seuprit (sangat kecil).   

Pertama, proses pengosongan tanki timbun yang sudah mencapai 7,2 juta ton sangat terhambat. "Ini bisa jadi lantaran Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) masih berlaku. Eksportir jadi kesulitan mencari kapal untuk mengangkut jualannya," pensiunan Mayor TNI AD ini menduga.   

Atau bisa jadi pula lantaran Indonesia sudah kehilangan sebagian pembeli minyak sawit di luar negeri. Sebab biasanya, industri skala besar itu ---apalagi kayak Indonesia yang produksi minyak sawitnya sekitar 3 juta ton perbulan --- mutlak harus  konsisten, kontinyu ketepatan dan kapasitas pasoknya. 

"Kalau ini gagal, dampaknya ya industri mereka tutup dan tentunya rugi besar. Pelanggan mereka kabur. Inilah yang disebut rantai pasok global," katanya.

Dampak di hulu? Malah sangat kompleks. Pemerintah Daerah (Pemda), Pabrik Kelapa Sawit (PKS), petani dan perbankan saling menyalahkan kalau harga TBS tidak sesuai harapan, apalagi kalau PKS sudah tutup. Makin parah. 

"Termasuk juga suami istri bakal terus bertengkar  lantaran pendapatan tak ada sementara pengeluaran rutin tetap berjalan. Masalah yang semacam ini tentu akan berdampak pada makin rendahnya daya beli masyarakat sentra sawit. Luar biasa resikonya bukan?" Wayan mendelik. 

Adapun rencana pemerintah mau membangun pabrik minyak makan merah (M3), itu ide dan gagasan yang sangat bagus. Solutif parsial. Soalnya bahan bakunya dari masyarakat dan produknya juga untuk masyarakat setempat. Ini akan berdampak pada tiadanya ongkos kirim (ongkir) bolak balik. 

Mutu M3 juga akan jauh lebih baik lantaran kadar Beta Karoten Pro Vitamin A nya masih tinggi. Ini sangat solutif mengurangi angka stunting. Biaya jauh lebih murah," Wayan mengurai.

Tapi apapun itu kata Wayan, tetap saja pemerintah harus fokus untuk segera mengeluarkan stok minyak sawit yang sudah banyak itu. Biar ekonomi segera berputar. 

"Apapun yang kita omongin kalau stok itu masih belum keluar atau cuma sedikit-sedikit keluar, enggak akan ada artinya. Sebab produksi minyak sawit baru tetap akan ada. Kalau seperti ini, kapan tanki timbun akan kosong dan geliat industri sawit akan normal? Biar segera kosong, pemerintah sebaiknya menghapus juga DMO dan DPO itu," pintanya. 

Kepada khalayak, Wayan juga mengingatkan bahwa sampai sekarang, yang baru dihapus oleh pemerintah itu masih hanya PE. Sementara Bea Keluar (BK) yang nilainya USD288 perton, masih berlaku. 
 
"Banyak orang belum paham apa itu PE dan BK. PE itu adalah dana yang dikumpulkan dan dikelolah oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), sementara BK atau pajak ekspor, itu langsung masuk ke pundi-pundi negara," Wayan menjelaskan. 



 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :