https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Warga TNTN Berani Tantang Negara: Siap Bayar Rp30 Miliar untuk Pulihkan Hutan Sendiri

Warga TNTN Berani Tantang Negara: Siap Bayar Rp30 Miliar untuk Pulihkan Hutan Sendiri

Abdul Aziz, perwakilan warga yang terdampak relokasi TNTN.


Pekanbaru, elaeis.co – Siapa sangka, konflik di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) berujung pada inisiatif warga yang mengejutkan. Mereka menantang negara dan siap menggelontorkan uang Rp30 miliar per tahun untuk memulihkan hutan sendiri.

Sejak Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) turun ke lapangan pada 10 Juni 2025, suasana di TNTN memanas. 

Tapi alih-alih hanya protes atau menolak relokasi, warga menyiapkan proposal serius dengan meminta pemerintah mengambil alih 75.000 hektare konsesi HTI bermasalah untuk dihijaukan kembali, sementara wilayah yang mereka tempati dijadikan permukiman legal berbasis agroforestri dan perhutanan sosial.

“Kami siap menyetor Rp500 ribu per hektare per tahun untuk biaya restorasi,” kata Abdul Aziz, perwakilan warga, Kamis (4/12). 

“Totalnya bisa Rp30 miliar per tahun. Kami bukan orang kaya, tapi siap gotong royong," tambahnya. 

Warga bahkan menghitung potensi kerugian negara. Jika kayu di 153 ribu hektare dihitung dengan harga Rp410.000 per meter kubik dan kepadatan rata-rata 90 meter kubik per hektare, negara bisa kehilangan Rp7,8 triliun. “Ini bukan angka main-main. Kami ingin solusi yang adil,” tambah Aziz.

Di lapangan, konflik jauh lebih rumit. Penduduk TNTN berasal dari beragam latar belakang yaitu petani transmigran, buruh kebun, pedagang kecil, hingga eks pekerja perusahaan, tentunya relokasi bukan opsi mudah.

“Relokasi ke mana? Anak-anak sekolah di sini. Kuburan orang tua kami di sini,” kata Nurma, warga yang tinggal di TNTN sejak 2006.

Ketegangan meningkat saat Satgas PKH memasuki kebun. Beberapa warga menolak menandatangani surat peringatan dan meminta petugas keluar dari lokasi. “Kalau perusahaan ditangani dulu, kami siap bicara,” ujar Aziz.

Inisiatif warga TNTN menjadi pelajaran penting: pemulihan hutan tidak harus selalu dari pemerintah. Dengan gotong royong, analisis ekonomi, dan rencana matang, warga menegaskan mereka bisa menjadi aktor utama konservasi.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :