Berita / Lingkungan /
Warga Pulubala Mendesak DPRD Provinsi Gorontalo Cabut Izin PT Palma Group: 12 Tahun Ketidakadilan atas Tanah dan Kriminalisasi Petani
Aksi Koalisi Gerakan Tani di depan Kantor DPRD Gorontalo, Foto : Ist
Gorontalo, Elaeis.co - Koalisi Gerakan Tani mendesak DPRD Provinsi Gorontalo untuk segera mencabut izin PT Palma Group yang merampas lahan warga Pulubala, Kabupaten Gorontalo seluas 796 Ha. Desakan ini dilakukan dengan warga menggelar aksi demonstrasi pada Senin, (10/11/2025) kemarin di Kantor DPRD Provinsi Gorontalo.
Mereka menyuarakan tuntutan kepada perusahaan yang telah beroperasi di Kabupaten Gorontalo, terutama di Kecamatan Pulubala, Mootilango, Tolangohula, Boliyohuto, dan Asparaga.
Hak atas tanah Warga Pulubala diduga dirampas oleh perusahaan sawit grup PT Palma yang terdiri dari PT Heksa Jaya Abadi seluas 301 Ha, PT Agro Palma Katulistiwa seluas 342 Ha, dan PT Tri Palma Nusantara seluas 153 Ha.
Warga menilai proses penandatanganan dokumen kerjasama saat itu tidak transparan.
YD, salah satu peserta aksi, menduga dokumen tersebut menjadi dasar pelepasan lahan untuk HGU perusahaan. Kompensasi yang diberikan juga dianggap minim, berkisar Rp 1,5–5 juta per hektar.
“Dokumen diberikan tanpa kesempatan untuk dibaca lengkap, dengan alasan tidak ada waktu karena halamannya banyak,” ucap YD.
Sejak 2013, PT Palma Group menjalin skema penanaman bagi hasil 20% dengan warga dan mempekerjakan tenaga lokal. Perusahaan ini kemudian mulai menanam kelapa sawit di beberapa desa, termasuk Bukit Aren, Puncak, dan Molahu, Kecamatan Pulubala, Kabupaten Gorontalo pada tahun 2014. Akan tetapi, meski panen awal diklaim terjadi pada 2017–2018, warga belum menerima pembagian 20% hasil kebun plasma karena perusahaan mengklaim masih mengembalikan modal usaha.
Pada 30 November 2019, PT Palma Group sempat berhenti beroperasi. Selama tujuh bulan, warga mengelola lahan yang terbengkalai. Saat perusahaan kembali aktif, warga dilarang mengelola lahan dan satu per satu dilaporkan ke polisi oleh mandor perusahaan atas tuduhan penyerobotan atau pengrusakan.
Tercatat, tujuh warga menjadi korban pungutan liar untuk mencabut laporan. Diluar itu masih ada puluhan warga.
Perjuangan warga, terutama YD, yang menempuh jalur hukum sejak 2021, juga menghadapi tekanan hukum. YD ditangkap pada 22–23 Desember 2021 dan ditahan pada 29 Januari 2024 hingga 17 Februari 2024.
Pada aksi 10 November 2025 kemarin, warga menunggu kehadiran Ketua DPRD Provinsi, Gubernur, Wakil KPK RI, dan Ketua TIM Pansus. Setelah berjam-jam menanti, hanya Ketua DPRD Provinsi dan perwakilan KPK RI yang menemui warga, dengan perwakilan KPK RI hadir kurang dari lima menit, padahal warga ingin menyampaikan aspirasi langsung.
Ketua DPRD Provinsi Gorontalo, Tomas Mopili, saat berdialog tidak mampu menjawab beberapa pertanyaan penting seperti keterlibatan masyarakat dalam SK 2013 terkait PT Palma
Group, alasan SK ditandatangani Wakil Bupati, persoalan kriminalisasi warga, dan praktik pungutan liar oleh mandor perusahaan.
Tomas Mopili mengaku belum membaca hasil Pansus 2025, padahal rekomendasi Pansus secara tegas menyarankan pencabutan izin PT Palma Group. Ia menyatakan bahwa sebagai Ketua DPRD Provinsi, ia mencabut izin PT Palma Group dan menegaskan hak warga harus dikembalikan, namun warga yang dikriminalisasi tetap harus menghadapi hukum. Ketua TIM Pansus Sawit dan Gubernur Provinsi tidak hadir.
Lebih lanjut, aksi ini menegaskan bahwa perjuangan warga Pulubala untuk hak atas tanah dan keadilan sosial terus berlanjut. Koalisi Gerakan Tani mendesak DPRD dan Pemerintah Provinsi
Gorontalo segera menindaklanjuti rekomendasi Pansus Sawit 2025 dengan mencabut seluruh izin PT Palma Group dan memulihkan hak-hak masyarakat Pulubala. Koalisi juga mengajak masyarakat sipil dan media untuk terus mengawasi proses ini agar tidak berhenti di meja politik semata.

Komentar Via Facebook :