https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Wamen ESDM Pastikan Biodiesel B50 Meluncur Awal 2026

Wamen ESDM Pastikan Biodiesel B50 Meluncur Awal 2026

Biodiesel berbahan baku sawit. foto: Gapki


Jakarta, elaeis.co – Pemerintah terus memacu hilirisasi kelapa sawit sebagai bagian dari strategi transisi energi dan pengurangan emisi karbon. Salah satu langkah konkretnya adalah memperluas penggunaan biodiesel, termasuk program B50 (biodiesel dengan campuran 50 persen minyak nabati berbahan baku sawit dan 50 persen solar) yang dipastikan akan meluncur pada 2026.

Wakil Menteri (Wamen) ESDM Yuliot Tanjung menegaskan, program biodiesel B50 bukan sekadar untuk memperbesar pemanfaatan sawit di dalam negeri, tetapi juga menjadi upaya strategis mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada 2060. “Kami harap untuk implementasi tahun depan, B50 bisa segera dilaksanakan,” ujarnya di Jakarta, kemarin.

Yuliot menjelaskan, saat ini pemerintah sedang melakukan evaluasi menyeluruh terhadap implementasi B40 yang sudah berjalan. Hasilnya cukup menggembirakan karena pelaksanaannya masuk kategori berhasil. Optimisme ini membuat pemerintah yakin B50 dapat mulai dioperasikan pada awal 2026.

Sebelumnya, Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka menegaskan pentingnya percepatan produksi B50 sebagai bagian dari peta jalan energi bersih Indonesia. “Sekarang kita sudah punya B35, B40. Ke depan Pak Presiden menargetkan B50. Potensi bioenergi kita besar sekali, mencapai 57 GigaWatt. Untuk sawit dan rumput laut, kita termasuk yang terbesar di dunia,” ungkap Gibran.

Dia juga menyoroti peluang pengembangan bioenergi lainnya seperti bioavtur, bioetanol, dan biodiesel yang dinilai mampu menjadi senjata ampuh mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Sejalan dengan itu, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi mengungkapkan bahwa pemerintah tengah memfinalisasi Peraturan Menteri (Permen) No. 4. Aturan ini akan menjadi payung hukum untuk pengembangan bahan bakar nabati secara menyeluruh, meliputi biodiesel, bioetanol, bioavtur, hingga hydrotreated plant oil (HPO).

“Bioenergi menjadi kunci transisi, terutama di sektor transportasi dan industri. Namun, kita harus pastikan kesiapan infrastruktur dan pasokan, terutama CPO, sebelum B50 dijalankan,” jelas Eniya dalam seminar yang digelar Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) di Jakarta.

Implementasi B50 diproyeksikan membawa manfaat ganda. Di satu sisi, program ini akan menekan impor bahan bakar minyak (BBM) yang selama ini membebani neraca perdagangan. Di sisi lain, penggunaan biodiesel berbasis sawit dapat mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan, sejalan dengan komitmen Indonesia pada Kesepakatan Paris.

Dengan dukungan kebijakan, kesiapan industri, dan pasokan sawit yang melimpah, program B50 diharapkan menjadi tonggak penting transisi energi Indonesia. Jika berjalan sesuai rencana, Indonesia tak hanya akan mengurangi ketergantungan pada energi fosil, tetapi juga mengukuhkan posisinya sebagai produsen bioenergi terkemuka di dunia.

 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :