https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Waduh! Lahan Sawit Kelompok Tani Seluas 700 Hektare di Rohil Dijual Sepihak

Waduh! Lahan Sawit Kelompok Tani Seluas 700 Hektare di Rohil Dijual Sepihak

Petani melakukan aksi unjuk rasa di lahan yang bersengketa. (Ist)


Pekanbaru, elaeis.co - Puluhan anggota Kelompok Tani Manggala Jaya, yang berada di Desa Manggala Sakti, Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), Riau, dihadapkan dengan persolan sengketa lahan. Di mana lahan perkebunan sawit kelompok tani seluas 700 hektare dijual secara sepihak oleh pengurus.  

Bahkan Selasa (29/11) kemarin, mereka melakukan aksi unjuk rasa di lahan yang bersengketa itu. Dalam aksi itu, mereka dengan tegas menolak adanya penjualan lahan ke pihak lain. 

Tak hanya itu, mereka juga meminta agar pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk turun tangan. Para petani sawit itu meminta agar Gubernur Riau Syamsuar, Kapolda Riau, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menindak tegas oknum pengurus yang menjual tanah kelompok tani.

"Kembalikan tanah kelompok tani Menggala Jaya kepada masyarakat dan selamatkan tanah kelompok tani dari keserakahan pribadi," kata Lahidir, salah seorang petani. 

Di aksi tersebut, mantan Kepala Desa Sekeladi, Rustam Jauhari yang turut menandatangani berita acara pembentukan Poktan Menggala Jaya pada 1996 silam serta Rustam yang melanjutkan jabatan itu hingga 2002 juga hadir. 

Dia menceritakan, waktu itu masih satu desa yakni Desa Sekeladi sebelum dimekarkan jadi lima desa. Menurutnya Poktan didirikan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Namun, kata dia, dalam perjalanannya pengurus malah berencana ingin menjual lahan kelompok tani.

"Lahan kelompok tani itu 700 hektare yang terdapat 12 kelompok sub unit, tapi semuanya diketuai almarhum Pak Bahrum," kata Rustam. 

Konflik memuncak ketika lahan Poktan seluas 700 hektare terancam dijual sepihak oleh pengurus dan tanpa musyawarah dengan anggota. 

Mereka menolak seluruh poin kesepakatan damai antara pengurus dengan pengusaha asal Medan, Sumatera Utara, Sunggul Tampubolon. Anggota hanya menerima salinan surat perdamaian tersebut.

Diketahui, tanah tersebut menjadi objek sengketa dengan Sunggul Tampubolon. Perkara itu ditangani oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru dengan putusan 66/G/2021/PTUN.PBR. Dalam hal ini, PTUN Pekanbaru menolak gugatan atas nama Khoironi, selaku ketua kelompok tani.

Kepengurusan Khoironi serta Wakil Sekretaris Syafri Arizal dan Bendahara Nasrul, dibentuk setelah pengurus inti sebelumnya, ketua dan bendahara meninggal dunia. Pembentukannya pun tidak demokratis, dengan hanya melibatkan 16 anggota dari 350 anggota kelompok tani.

Surat perdamaian tertanggal 2 September 2022 itu berisi kesepakatan mengakhiri permasalahan hukum tentang sengketa hak atau tumpang tindih lahan baik secara pidana di Polres Rohil maupun secara perdata di PTUN Pekanbaru. Proses hukumnya lantas masuk babak banding dan tengah ditangani PTUN Medan.

Salah satu poin kesepakatan itu yakni penjualan 700 hektare lahan seharga Rp10 miliar dengan pembagian Rp5 miliar untuk pihak Khoironi dan Rp5 miliar untuk Sunggul Tampubolon. 

Anggota Kelompok Tani Menggala Jaya, Lahidir mempertanyakan itikad baik pengurus. Pasalnya, pengurus sama sekali tak melibatkan anggota kelompok tani dalam membuat surat perdamaian tersebut. Keputusan tersebut dinilai tidak representatif untuk kepentingan kelompok.

"Secara legalitas harusnya pengurus mendudukkan masalah ini dengan anggota," kata Lahidir.

Sementara itu, Penghulu Desa Menggala Sakti, Muslim  menyebutkan, pihaknya akan mendudukkan masalah ini dengan masyarakat kelompok tani. 

"Dalam waktu dekat kami akan adakan musyawarah dengan anggota kelompok tani baik yang di Menggala Sakti maupun di Sekeladi," ujarnya.

Komentar Via Facebook :