Berita / Nasional /
Utang Minyak Goreng ke Pengusaha Ritel Setahun Belum Dibayar, ini Alasan Mendag
Suasana rapat kerja di Komisi VI DPR RI. foto: dok. Humas Kemendag
Jakarta, elaeis.co - Komisi VI DPR RI menggelar rapat kerja (raker) dengan Kementerian Perdagangan, Senin (27/11).
Raker yang dihadiri Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan tersebut membahas masalah kenaikan harga bahan pokok dan kebutuhan penting, stabilitas harga komoditas pangan jelang Natal dan Tahun Baru, dan rafaksi atau selisih harga minyak goreng.
Utang rafaksi ini muncul dari penerapan kebijakan satu harga minyak goreng ketika terjadi lonjakan harga pada tahun 2022. Pemerintah mengeluarkan Permendag No. 3/2022 yang mewajibkan pengusaha ritel menjual minyak goreng kemasan satu harga Rp 14.000 per liter mulai 19 Januari 2022. Pada saat itu modal pembelian minyak goreng oleh pengusaha ritel sudah mencapai Rp 17.650 per liter.
Berdasarkan pasal 11 Permendag No. 3/2022, selisih harga tersebut akan dibayar menggunakan dana BPDPKS paling lambat 17 hari kerja setelah kelengkapan dokumen pembayaran berdasarkan hasil verifikasi disampaikan kepada BDPKS.
Namun hingga kini rafaksi belum dibayar meski Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) sudah mengadu ke mana-mana. Aprindo mengklaim utang rafaksi yang harus dibayar pemerintah sebesar Rp 344 miliar yang merupakan hak dari 31 perusahaan ritel.
Zulkifli Hasan mengakui utang rafaksi belum dibayar pemerintah. Menurutnya, Kemendag mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Apalagi pejabat Kemendag pernah terseret kasus korupsi minyak goreng di pada 2021 sehingga kementeriannya terus diawasi oleh Kejaksaan RI.
"Kami berkoordinasi dengan Jamdatun Kejaksaan RI untuk minta pendapat terkait proses pembayaran, juga minta dirapatkan di Kemenko Perekonomian dan Kemenko Polhukam untuk pembahasan polemik tersebut lebih lanjut. Karena BPDPKS, komite pengarahnya adalah Menko Perekonomian," ungkap Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan dalam raker tersebut.
Dia menjelaskan, bantuan pendampingan hukum oleh Kejaksaan Agung bertujuan agar tak ada kesalahan maupun penyelewengan dalam proses pembayaran utang tersebut.
Kemendag belum menyerahkan hasil verifikasi yang dilakukan PT Sucofindo selaku surveyor independen pemerintah kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Namun dokumen itu sudah disampaikan kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Kemendag telah memohon review hasil PT Sucofindo terhadap klaim pembayaran selisih harga penyedia minyak goreng melalui BPDPKS. Kami juga minta digelar rapat terbatas, di Kemenko Polhukam boleh, Kemenko Perekonomian boleh, terkait kelanjutan pembayaran utang ini. Jika mendapat persetujuan, kami akan langsung bersurat," pungkasnya.







Komentar Via Facebook :