Berita / Serba-Serbi /
Usai Proklamasi, Sultan Siak Serahkan Harta dan Tahta ke NKRI
Istana Siak
Pekanbaru, Elaeis.co - Siak, sebuah negeri kesultanan yang kaya raya memiliki kisah tersendiri kala bapak proklamator bangsa, Ir Soekarno bersama Bung Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, 76 tahun silam.
Kala itu, Syarif Kasim Abdul Jalil Saifuddin atau Sultan Syarif Kasim II, pemimpin muda di Kesultanan Siak menyatakan bergabung dengan Ibu Pertiwi kala dwi tunggal menyatakan kemerdekaan bangsa di Jakarta, 17 Agustus 1945.
Tidak hanya sekedar bergabung, Sultan Syarif Kasim II yang dikenal sebagai pemimpin tegas dan menyayangi rakyatnya turut rela memberikan sumbangan 13 juta Gulden dan mlenyerahkan ladang-ladang minyak kepada bangsa Indonesia. Sebuah angka yang sangat besar dan diperkirakan mencapai lebih dari Rp1.000 triliun pada saat ini.
Usai memutuskan bergabung dengan Ibu Pertiwi, Sultan yang kala itu masih berusia 21 tahun itu pun mengajak raja-raja yang memimpin Pulau Sumatera bagian timur, agar bergabung bersama dan mewujudkan cita-cita para pejuang bangsa, menjadikan Indonesia sebagai negara yang besar, berdaulat, adil, dan makmur.
“Dia menjamin pendanaan Indonesia dengan menyerahkan mahkota-mahkota emas bertaburan intan berlian untuk mendukung kemerdekaan Republik Indonesia. Tak sekedar itu, ia memberi uang pribadinya 13.000.000 Gulden Belanda. Suatu jumlah yang sangat besar,” ujar Budayawan Riau, Taufik Ikram Jamil, Senin (16/8).
Sultan bukan sembarangan menyerahkan tahtanya ke negara. Dia memegang teguh dan mengamalkan wasiat sang ayah Sultan Syarif Kasim. Pesannya, jika tidak ada lagi keturunannya yang memerintah, benda-benda dan harta kerajaan harus diserahkan kepada pemerintah yang sah.
Terbukti, ketika Syarif Kasim II tidak memilki keturunan, wasiat ayahnya langsung dijalankan. Dia kembali menjadi rakyat biasa dan menyerahkan harta serta tahtanya ke pemerintahan sebuah negara baru, Indonesia.
Tak hanya itu, Syarif Kasim II juga memotivasi masyarakat di bawah kepemimpinannya secara langsung untuk kemerdekaan RI. Bahkan, dia bersama permaisuri meresmikan tentara rakyat Indonesia di Siak, di bulan pertama kemerdekaan. Peresmian itu justru dilaksanakan di depan Istana Siak.
“Kalau soal berperang menentang penjajah, orang Riau melakukannya sejak abad ke-16. Setelah Melaka ditaklukkan Portugis, orang-orang dari Gasib Siak memerangi Portugis tahun 1512. Ini disusul oleh Narasinga II tahun 1516 dan 1520. Abad ke-18, Tengku Buang Asmara menyerang Belanda di Siak, sedangkan Tuanku Tambusai abad 19, seangkatan dengan Diponegoro dan Imam Bonjol. Pada saat bersamaan, Riau juga menyerang Belanda di Indragiri di bawah pimpinan Panglima Sulung,” katanya.
Di masa kepemimpinannya, Sultan sangat perhatian di bidang pendidikan. Buktinya, ia mendirikan sekolah dan termasuk pendidikan awal pribumi di Indonesia. Dia dikenal taat, selalu menjalin silaturahim dengan kerajaan tetangga seperti Inderagiri dan Gunung Sahilan.
SSK II diangkat jadi penasihat Soekarno usai kemerdekaan, di tahun 1946 hingga 1950-an. Mendapat tawaran itu, Sultan bersedia, namun dia tidak mau menerima gaji.
"Dia banyak dikenang orang karena selama menjadi Sultan, selalu bersedekah tiap hari Jumat. Bahkan, dia memberikan beasiswa kepada pelajar sampai 70 persen
"Jadi, dari total biaya pelajar, 70 persennya dibantu SSK II, tentunya sangat membantu," ucapnya.
Setelah menyerahkan tahta dan harta Kesultanan Siak ke negara atau sudah menjadi rakyat biasa, SSK II akhirnya menikah. Istrinya sudah memilki sejumlah anak. Namun, anak tersebut tidak mewarisi kerajaan karena bukan keturunan langsung.
Dia menikah setelah bersatus sebagai rakyat, bukan lagi raja yakni setelah ia menyatakan bergabung dengan RI.
"SSK II menikah sebelum kemerdekaan saat masih sultan, lalu cerai waktu setelah Indonesia merdeka. Beberapa waktu kemudian, dia menikah lagi dengan wanita yang telah memiliki anak," katanya.
Sewaktu Syarif Kasim II memerintah, wilayahnya meliputi Riau bagian pesisir sekarang termasuk Pekanbaru. Ada 12 wilayah yang disebut Provinsi saat itu. Pekanbaru misalnya, dinamai Provinsi Pekanbaru yang dipimpin oleh orang bergelar Datuk Bandar.
Sedangkan wilayah luar Riau yang sempat masuk dalam wilayah kekuasaannya itu sebagian daerah Sumatera Utara seperti Deli, Langkat, Asahan dan Sambas di Kalimantan Barat. Tapi, ketika SSK II berkuasa, bagian itu sudah lepas dari wilayahnya.
Sultan Syarif Kasim II lahir di Siak Sri Indrapura, 1 Desember 1893 dan meninggal di Rumbai, Pekanbaru, Riau pada 23 April 1968 pada umur 74 tahun.
Dia adalah sultan ke-12 Kesultanan Siak Sri Indrapura yang mendapat gelar/penghargaan sebagai Pahlawan Nasional (Keppres No. 109/TK/1998, tanggal 6 November 1998).

Komentar Via Facebook :