https://www.elaeis.co

Berita / Internasional /

Urusan Sawit, Papua Nugini Lebih Care. Ini Buktinya!

Urusan Sawit, Papua Nugini Lebih Care. Ini Buktinya!

Kabinet Marape. Dia menghadirkan Menteri Sawit yang dipimpin oleh Francis Maneke. foto: jubi.id


Jakarta, elaeis.co - Meski luas negara Papua Nugini hanya setengah pulau Kalimantan, luas kebun kelapa sawit Papua Nugini hanya sekitar 130 ribu hektar, tapi pemerintah di sana justru menunjuk satu menteri untuk mengurusi kebun kelapa sawit itu. Namanya Kementerian Kelapa Sawit yang dipimpin langsung oleh Francis Maneke. 

Uniknya, Kementerian Kopi yang kemudian dipimpin oleh mantan Wakil Menteri Perdagangan dan Industri, Joe Kuli, juga dibikin. Ini semua terjadi setelah Perdana Menteri Papua Nugini, James Marape, terpilih kembali menduduki posisi yang sama dan sudah dilantik pada tanggal 9 bulan ini. 

Seperti dilansir cnn.com, kopi dan minyak sawit adalah dua ekspor pertanian utama Papua Nugini, "Tanaman tradisional Papua Nugini kehilangan fokus selama 30-40 tahun terakhir. Kami ingin kejayaan itu kembali," kata Maneke. 

Bagi Papua Nugini, minyak sawit adalah ekspor pertanian utama. Sejak 2008, telah menghasilkan lebih dari 1 miliar kina atau setara dengan USD283 juta. Nilai ini setara dengan lebih dari 40% total pendapatan negara Papua Nugini dari ekspor pertanian.

Lantas bagaimana dengan tetangganya Indonesia? Data Kementerian Pertanian menyebut bahwa luas kebun kelapa sawit Indonesia mencapai 16,38 juta hektar. Kebun seluas ini telah memberikan devisa bagi negara sebesar USD35,53 miliar.

Tapi sayang, kebun kelapa sawit seluas itu cuma dipimpin oleh Kepala Sub Bidang Kelapa Sawit yang ada di bawah Direktur Tanaman Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian. 

Lantaran yang memimpin cuma selevel itu, maka tak aneh bila kementerian lain 'terpaksa' dilibatkan di industri ini. Dampaknya? Ragam aturan main yang justru kemudian membikin para pelaku industri sawit kelimpungan. 

Bagi Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat Medali Emas Manurung, Papua Nugini sudah selangkah lebih maju ketimbang Indonesia. "Mereka (Papua Nugini) sadar sesadar-sadarnya bahwa sawit adalah masa depan negara mereka," katanya. Mereka bangkit dan berlari, sementara kita asyik bertengkar kawasan hutan yang sudah tidak berhutan  berkepanjangan dan sepertinya masalah ini "diawetkan", ujar Gulat.

"Sementara kita, masih enggak sadar-sadar alias terlena dan cenderung "membunuh" petani sawit. Untung saja petani sawit Indonesia sudah terbiasa hidup susah dan saat ini masih banyak yang "pingsan karena dampak larangan ekspor yang berkepanjangan" kata Sekretaris DPW Apkasindo Sumatera Selatan (Sumsel), M Yunus pula. 

Apa yang dibilang oleh dua pentolan petani kelapa sawit ini agaknya tak perlu disangkal lagi. Sebab itu tadi, meski petani sawit sudah mengelola kebunnya lebih dari 25 tahun, masih diklaim dalam kawasan hutan juga. "Kucing saja jika sudah dikencingi tanahnya maka itu sudah masuk daerah otoritasnya" ujar Yunus.

Lalu, mereka yang kebetulan ingin mencicipi hasil keringatnya dari hasil Pungutan Ekspor (PE) dalam program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), harus menerima kenyataan pahit lantaran akibat klaim kawasan hutan tadi, kebunnya tak bisa ikut program itu. 

Maklum, aturan main program PSR tadi salah satunya adalah; kebun yang diajukan tidak berada dalam (klaim) kawasan hutan. "Kemerdekaan Petani adalah kemerdekaan untuk semua". Sudahkah? Wadduh...

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :